TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengeluarkan naskah akademik yang ia sebut sebagai dasar untuk pembuatan RUU KPK. Masinton, yang selama ini mengaku sebagai inisiator pembuatan RUU KPK, yang dinilai publik sebagai upaya pelemahan KPK, kemudian seakan balik badan dengan menunjukkan naskah akademik baru.
"Ini naskah akademik hasil diskusi kita dengan para akademikus. Ini dibuat sebelumnya, sebelum pengajuan RUU KPK bulan Juni sudah ada," katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 12 Oktober 2015.(Lihat video Revisi UU KPK, Kewenangan KPK Banyak Dipangkas, Inisiator Revisi UU KPK Sebut Jokowi Setuju)
Menurut Masinton, pengajuan naskah akademik akan mempertanggungjawabkan sebuah proses pembuatan undang-undang. Dalam pembuatannya, naskah tersebut sudah melalui kajian ilmiah dan bukan merupakan proses yang tiba-tiba. Naskah akademik inilah yang kemudian akan disampaikan ke Badan Legislasi dan pihak DPR akan menyampaikan surat kepada presiden untuk mendapatkan penegasan dari Presiden agar membuat undang-undang. Barulah nantinya akan muncul pasal-pasal dalam RUU untuk kemudian dibahas dan disahkan menjadi undang-undang.
Sebelumnya, Masinton berkukuh mengajukan Rancangan Undang-Undang KPK yang dibahas di Badan Legislasi pada 6 Oktober 2015, dengan dalih RUU tersebut dapat memperkuat kinerja KPK.
Padahal, di dalam RUU tersebut justru terdapat pasal-pasal krusial yang memperlemah kedudukan KPK dalam memberantas korupsi. Isi RUU tersebut juga sudah menyebar di kalangan publik dan menimbulkan pro-kontra. Namun sekarang Masinton menyangkal dan mengatakan tidak tahu-menahu siapa penggagas RUU KPK tersebut. "Ya enggak tahu kita, kan kemarin naskah akademik ini yang aku bawa," ucapnya.
Di dalam naskah akademik yang dibawa Masinton, tidak tercantum lagi pembahasan tentang umur KPK yang hanya 12 tahun. Masinton menyangkalnya dengan dalih usia 12 tahun tersebut merupakan limitasi kerja sembari memperkuat kedudukan lembaga hukum dan institusi lainnya karena pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya institusi.
"Enggak ada limitasinya, soal Rp 50 triliun itu juga enggak ada, malah saya mengusulkan kurang dari itu, nanti naskah akademik akan kami copy dan kami bagikan ke kawan-kawan (wartawan)," tuturnya.
DESTRIANITA K