TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Tata Hukum Negara Refly Harun tidak setuju dengan adanya pemangkasan tugas Komisi Yudisial soal seleksi hakim. Ia menilai tidak ada yang salah jika Komisi Yudisial merekrut hakim. "Aneh kalau dibilang inkonstitusional," kata pengajar Universitas Andalas ini, saat ditemui usai diskusi Kedudukan Hukum Pemilih dalam Sengketa Hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi, di Jakarta, Minggu, 11 Oktober 2015.
Pernyataan Refly ini menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi 7 Oktober 2015 lalu saat menyidangkan gugatan Ikatan Hakim Indonesia yang mempersoalkan kewenangan Komisi Yudisial dalam memilih hakim tingkat pertama. Dalam sidang putusan itu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan tersebut dan memutuskan mencabut kewenangan Komisi Yudisial dalam memilih hakim tingkat pertama.
Refly juga mengungkapkan, jika di masa mendatang ada kesempatan mengubah Konstitusi, ia menyarankan untuk menjadikan Komisi Yudisial menjadi Mahkamah Yudisial. Adapun tugas dari mahkamah ini adalah untuk memproses pejabat yang melanggar kode etik, serta diberi kewenangan untuk memecatnya. Pejabat yang dimaksud Refly adalah polisi, jaksa, hakim, advokat, dan komisioner KPK.
Menurut Refly, hakim seharusnya jangan dijadikan pegawai negeri sipil. Mereka juga harusnya direkrut dengan sistem terbuka, bukan dengan model karir seperti selama ini. "Hakim itu wakil Tuhan di dunia," kata Refly. Ia juga tak setuju ada pembinaan hakim karena seharusnya ia merupakan orang yang sudah mapan dan matang dari segi pengalaman.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI