Tapi, Badrodin mengatakan, ia memang termasuk yang jalan sendiri dan cari pengetahuan sendiri. "Bahkan saat mendaftar Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), bapak saya tidak tahu, saya bawa beliau ke Koramil dan tanda tangan di situ. Kemudian mengurus akte kelahiran, saya bawa juga beliau," katanya.
Sebenarnya tujuan masuk ke Akabri, kata Badrodin, karena dia melihat saudaranya banyak, tetapi orang tua tidak mampu membiayai sampai ke perguruan tinggi. "Tujuannya supaya dapat pendidikan gratis, itu saja," katanya.
Begitu tamat SMA, berangkat dengan hanya membawa sejumlah baju. "Walau masuknya itu tidak mudah, perlu perjuangan dan upaya sungguh-sungguh. Itulah saya katakan untuk sukses itu harus diupayakan sungguh-sungguh," katanya.
Ketika menjadi jenderal, kata dia, sudah merupakan kejutan. "Harapan saya dulu bintang satu sudah cukup, karena saya anak dari kampung. Rupanya naik bintang dua. Saya kira cukup, ternyata naik lagi bintang tiga, akhirnya bintang empat," katanya. Posisi Kapolri ini, kata dia, adalah puncak karir bukan untuk kaya. "Tetapi paling tidak mencapai karir puncak," katanya.
Jabatan bintang satu hingga bintang empat, kata dia, juga diraihnya dengan tidak mudah. Ketika akan menjabat bintang satu, dia ditugasi untuk menyelesaikan konflik di Poso. "Konflik muslim dan nonmuslim. Ada juga soal teroris," kata dia. Kemudian ketika bintang dua, ditugaskan menyelesaikan kasus yang berpotensi SARA di Sumatera Utara ketika ada aksi demonstrasi dan menimbulkan korban, Ketua DPRD Sumatera Utara Azis Angkat meninggal.
DAVID PRIYASIDHARTA