TEMPO.CO, Semarang - Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Jawa Tengah berencana membangun perumahan secara mandiri dari iuran buruh yang dikerjasamakan dengan pengembang. Rencana ini sebagai bentuk kemandirian karena menolak aturan pemerintah yang menyebutkan kebutuhan hunian buruh berupa kamar sewa .
“'Kami berencana membangun seribu unit rumah di wilayah Kota Semarang dan Demak,” kata pengurus Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Jawa Tengah, Heru Budi Utoyo, Ahad 11 Oktober 2015.
Heru tak memungkiri program rumah murah bagi buruh yang digagas KSPN ini juga sebagai kritik terhadap pemerintah yang telah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 13 tahun 2012, yang salah satu isinya menyebutkan kebutuhan perumahan sewa dengan ukuran kamar yang bisa menampung semua item Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
''Sebenarnya justru kebutuhan buruh adalah bisa memiliki sebuah rumah yang mampu menampung semua kebutuhan hidup layak. Sehingga item sewa kamar mestinya dapat diubah menjadi item biaya kepemilikan rumah,'' kata Heru menjelaskan.
Heru menyebutkan rencana pembangunan perumahan yang diinisiasi itu berada di daerah Jamus dan Pucanggading kecamatan Mrangen atau perbatasan antara kabupaten Demak dan Kota Semarang. Menurut Heru, sudah ada pengembang yang bersedia membangun dengan uang muka sangat rendah yakni sekitar Rp 1 juta dengan angsuran sekitar Rp 700 ribu.
Saat ini organisasinya sedang berkomunikasi dengan beberapa pengembang untuk mewujudkan rumah murah yang layak huni bagi buruh, selain itu juga menjalin kerja sama dengan beberapa serikat pekerja lain agar bisa bergabung.
Heru berharap pemerintah membantu program rumah murah yang dapat dijangkau buruh dengan memberikan bantuan kemudahan serta menetapkan upah yang benar-benar layak bagi buruh.
''Salah satunya menyetujui UMK di atas Rp 2 juta, sehingga bisa diterimanya akad kredit perumahan dengan pihak bank,'' kata Heru.
Koordinator Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang), Nanang Setyono sepakat dengan ide membangun perumahan buruh secara mandiri. Menurut dia, selama ini rumah buruh dengan sistem rumah susun yang diprogramkan pemerintah justru merugikan buruh karena dana pembangunan diambilkan dari dana BPJS Ketenagakerjaan.
'”Selama ini bentuk rumah yang dibangun pemeirntah Rusunawa, berarti kami akan dibebankan biaya sewa. Lalu bagaimana jika nanti kami sudah pensiun,” kata Nanang.
Nanang meminta agar pemerintah mengganti kebijakan pembangunan rusunawa menjadi rumah murah dengan uang muka dan angsuran terjangkau.
EDI FAISOL