TEMPO.CO, Jember - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti menceritakan kunjungannya bersama Presiden Joko Widodo ke sejumlah lokasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Sumatera.
Rombongan presiden naik pesawat dari Palembang menuju Kabupaten Ogan Komering Ilir di Sumatera Selatan. Dia menyaksikan sebuah perusahaan yang memiliki konsesi seluas 600 ribu hektare dan lahannya terbakar hebat.
Konsesi itu berada di tanah gambut yang rentan terhadap kebakaran. "Luas konsesinya dua kali lipat dibanding Singapura," kata Kapolri di sela-sela kunjungan kerja ke Jember pada Sabtu, 10 Oktober 2015.
Ternyata diketahui kalau perusahaan tersebut tidak punya kesiapan menghadapi kebakaran. "Tidak disiapkan peralatan pemadam dan hanya punya satu unit helikopter," katanya.
Badrodin mengatakan pemerintah harus menindak tegas perusahaan itu. Ini ironis karena di tengah kondisi masyarakat yang miskin ada pengusaha yang diberi hak konsesi seluas 600 ribu hektare. "Di seluruh Indonesia ada hak konsesi total 2,8 juta hektare," katanya.
Kapolri menilai ada ketidakadilan dengan kondisi ini. Dia berjanji akan menindak tegas. Lahan- lahan yang terbakar harus dikembalikan kepada negara.
Badrodin mengatakan titik api banyak terdapat di Sumatera Selatan, sehingga Presiden Jokowi langsung mengarahkan penanggulangan di provinsi ini. Walhasil, seluruh peralatan yang dimiliki sebagian besar diarahkan ke Sumatera Selatan.
"Untuk proses penegakan hukum tetap kami lakukan, baik itu perorangan maupun korporasi," katanya. Dia juga mengatakan sudah ada beberapa kasus yang tahap pemberkasan dan diserahkan ke kejaksaan. "Korporasi sudah ada lima yang diserahkan ke kejaksaan," katanya.
Perusahaan itu diduga melakukan pelanggaran terhadap UU Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Kalau sanksinya adalah sanksi pidana. Karena itu prosesnya pidana," katanya.
Untuk masalah sanksi administrasi apakah itu dibekukan, dicabut, di-black list atau tanahnya diambil pemerintah, kata Badrodin, menjadi urusan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
DAVID PRIYASIDHARTA