TEMPO.CO, Jakarta - Setelah draft Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi disorot banyak kalangan, anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat seolah tak mau disalahkan. Padahal pengusulan draft RUU KPK, yang isinya membubarkan lembaga ini dalam masa waktu 12 tahun, itu berasal dari Baleg.
Seorang di antaranya yang membuang tanggung jawab itu adalah Muhammad Arwani Thomafi, anggota Baleg. Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini mengaku tidak mengetahui asal muasal draft RUU KPK tersebut. "Saya tanda tangan itu dalam kapasitas pengusulan RUU, bukan penyusunan. Kalau pengusulan belum ada draft," kata Arwani di ruang Fraksi PPP DPR, Jakarta, Jumat, 9 Oktober 2015.
Menurut Arwani, ketika rapat Baleg pada Selasa, 6 Oktober 2015, hanya membahas persetujuan pengusulan RUU KPK. Dan, kata dia, yang namanya pengusulan RUU seharusnya belum disertai draft rancangan. Draft baru muncul saat RUU mulai disusun.
Meski Arwani berkelit, faktanya sudah ada draft RUU KPK yang kemudian tersebar di media massa. Draft tersebut memuat rencana pembubaran KPK dalam 12 tahun ke depan sejak RUU disahkan. Beleid ini tercantum dalam Pasal 5 dan Pasal 73 draft RUU KPK.
Ihwal pasal-pasal itu, Arwani mengatakan bahwa penyusunan draft RUU KPK itu tergantung pengusulnya. Sehingga ketika Baleg ingin mengubah isi draft RUU, maka harus seizin para pengusul rancangan. "Harus ada rapat pleno dulu untuk mengubah isinya," ujar Arwani.
Pendapat senada diungkapkan politikus Partai Golkar Muhammad Misbakhun. Ia heran karena draft RUU KPK itu sampai bocor ke media. "Draft RUU itu bukan punya kami," kata Misbakhun, Kamis kemarin.
Menurut Misbakhun, semua perubahan RUU KPK itu masih dibicarakan, belum dibahas dalam rapat Baleg, Selasa lalu. Sedangkan dalam rapat itu, Baleg hanya menjadwalkan percepatan pembahasan RUU KPK dari 2016 ke 2015.
Adapun pandangan berbeda diutarakan oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Politikus Partai Demokrat ini mengatakan seharusnya pengusul mengetahui isi dari draft RUU KPK. "Masa kami yang menandatangani tidak tahu apa-apa. Harusnya mereka yang menandatangani lebih tahu," ujar Agus.
Pembahasan RUU KPK ini akan dilanjutkan Senin, 12 Oktober, dengan agenda pembacaan pandangan dan pendalaman dari fraksi-fraksi di DPR. Dalam rapat Selasa lalu, baru tujuh fraksi menyatakan mendukung revusi UU KPK yaitu Fraksi PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura.
Arwani mengatakan rencana revisi UU KPK ini sudah masuk dalam program legislasi nasional pada Juni lalu. Ketika itu, kata dia, semua anggota Dewan menerima pembahasan revisi UU KPK. Sehingga ketika ada legislator yang berpendapat berbeda, Arwani menganggap penolakan itu hanya muncul di media massa saja. "Dalam rapat resmi belum ada yang menolak," katanya.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI