TEMPO.CO, Lumajang - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menurunkan tim teknis untuk mengevaluasi 61 izin tambang yang terdaftar di Kabupaten Lumajang. Ini adalah bagian dari rangkaian tindakan yang diambil setelah pembunuhan seorang warga penolak tambang pasir ilegal, yakni Salim alias Kancil, di Desa Selok Awar-awar, Pasirian, pada 26 September 2015.
"Tim teknis Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan evaluasi dan melihat di lapangan dari 61 izin tersebut," kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Alam Mineral Jawa Timur Dewi J. Putriatni di kantor Pemerintah Kabupaten Lumajang, Jumat, 9 Oktober 2015.
Menurut Dewi, dari 61 pemilik izin pertambangan itu, akan dicek apakah masih ada kegiatan di lapangan atau hanya punya izin tapi tidak menambang. Atau juga apakah punya izin tapi menambangnya di tempat lain.
"Yang izinnya masih berlaku dan tidak melanggar ketentuan, secara normatif, diizinkan untuk berproduksi," ujarnya. Dia menambahkan, tim teknis berjumlah 25 orang dan akan menyebar di lapangan mulai hari ini, Jumat hingga Minggu, 11 Oktober 2015.
Sebanyak 61 izin itu sendiri, menurut Dewi, dikeluarkan pemerintah daerah setempat pada 2008-2014. Dia mengatakan kendala yang terjadi selama ini adalah ada transisi peraturan perundangan. "Sebetulnya, kalau mau strict sesuai undang-undang, itu wewenang pemerintah pusat dan belum ada peraturan pemerintah dan peraturan menteri-nya," tuturnya.
Namun, Dewi menambahkan, pemerintah Jawa Timur juga tidak bisa diam saja. "Memang harus ada kolaborasi antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten," ucapnya.
Dewi juga mengatakan pengawasan yang terjadi selama ini normatif. Pengawasan harus dilakukan inspektur tambang. Namun di Jawa Timur hanya ada dua orang dengan kualifikasi itu. Sedangkan di kabupaten tidak ada. "Itu satu kendala mengapa pengawasan lambat atau tidak sesuai dengan yang diharapkan," katanya.
Menurut Dewi, inspektur tambang tidak bisa sembarang orang karena harus punya latar belakang pendidikan yang sesuai, yakni ilmu eksakta kebumian, seperti geologi, geofisika, dan pertambangan. "Melewati masa training dan harus punya sertifikat. Jadi tidak semua orang bisa jadi inspektur tambang," ujarnya.
Setelah penganiayaan terhadap dua warga penolak tambang di Desa Selok Awar-awar, aktivitas penambangan di Kabupaten Lumajang langsung berhenti. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia merekomendasikan untuk meninjau ulang semua perizinan tambang itu.
Adapun Sekretaris Daerah Kabupaten Lumajang Masudi mengatakan dalam rapat resmi Komnas HAM dengan Musyawarah Pimpinan Daerah Lumajang bahwa diputuskan untuk menghentikan sementara kegiatan penambangan. Penghentian penambangan pasir itu dilakukan hingga evaluasi selesai dilakukan.
DAVID PRIYASIDHARTA