TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi masyarakat sipil meminta pemerintah melakukan koordinasi yang intensif untuk melaksanakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustanaible Development Goals/SDG) yang pekan lalu disepakati dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.
"Ada beberapa tantangan yang dihadapi untuk melaksanakan 17 sasaran dalam SDG," kata Beka Ulung Hapsara, Manajer Advokasi International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), kepada Tempo, Kamis, 8 Oktober 2015.
Menurut Beka, 120 lembaga swadaya masyarakat bertemu di Jakarta pada Selasa, 6 Oktober 2015. Mereka memetakan posisi strategis dan tantangan SDG dalam tataran nasional dan global. Selain itu, mereka juga membahas peluang dan inisiatif baru mengimplementasikan SDG tahun 2015-2030.
Dalam pertemuan itu hadir Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Endah Murniningtyas, Deputi Kepala Staf Presiden Bidang Pengelolaan dan Kajian Program Prioritas Yanuar Nugroho dan pejabat dari Kementerian Luar Negeri.
Tantangan yang dihadapi, kata Beka, antara lain ketidaksinkronan antara target RPJMN 2014-2019 dengan target SDG, misalnya soal kemiskinan dan lingkungan hidup.
Tantangan lain terkait kurangnya pemahaman mengenai target SDG oleh pejabat pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, dan lembaga syadaya masyarakat. "Pemerintah kurang melakukan sosialisasi SDG," katanya.
Di sisi lain juga masih ada kelompok masyarakat sipil yang menilai SDG adalah program dari luar negeri, sehingga mereka kurang minat untuk berperan serta.
Pada pertemuan nasional tersebut muncul sejumlah inisiatif strategis, antara lain rencana sosialisasi SDG di parlemen, perguruan tinggi, dan kelompok masyarakat lainnya.
Selain itu, ada juga upaya menyusun arsitektur pembiayaan SDG secara bersama-sama. Kami, kata Beka, tak ingin mengulangi kesalahan program Millenium Development Goals (MDG) 2000-2015 yang tidak menyusun soal pembiayaan. Mereka berharap pemerintah belajar dari kelemahan-kelemahan penerapan MDGs.
UNTUNG WIDYANTO