TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) untuk tidak memberikan wewenang kepada Komisi Yudisial untuk memilih hakim tingkat pertama dan dikembalikan ke Mahkamah Agung. "Proses seleksi pengangkatan hakim (pengadilan negeri, pengadilan agama, dan Tata Usaha Negara) dilakukan oleh Mahkamah Agung," kata hakim konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan pada hari Rabu, 7 Oktober 2015.
Menurut Mahkamah, Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sebelumnya, Ikatan Hakim Indonesia yang diwakili dari Imam Soebechi, Suhadi, Abdul Manan, Yulius, Burhan Dahlan, dan Soeroso Ono mengajukan uji materi terkait wewenang Komisi Yudisial dalam memilih hakim tingkat pertama. Permohonan ini dikirim pada tanggal 24 Maret 2015. Mahkamah Agung menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang tersebut.
Mahkamah Agung menilai tanpa proses seleksi pengangkatan hakim yang merdeka dan mandiri, peningkatan sistem peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan akan sulit dilaksanakan. Hakim juga secara individual menyandang kemandirian sebagai hakim. Sehingga seorang ketua pengadilan pun tidak boleh mengintervensi hakim yang sedang menangani perkara.
Dalam putusan tersebut, hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna berbeda pendapat (dissenting opinion). Menurutnya, keterlibatan Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri, hakim pengadilan agama, dan hakim pengadilan tata usaha negara yang dilakukan bersama-sama dengan Mahkamah Agung tidaklah mengganggu administrasi, organisasi, maupun finansial pengadilan sepanjang dipahami.
"Keterlibatan Komisi Yudisial itu konteksnya adalah keterlibatan dalam memberikan pemahaman kode etik dan pedoman perilaku hakim bagi para calon hakim yang telah dinyatakan lulus dalam proses seleksi sebagai calon pegawai negeri sipil," kata dia.
LARISSA HUDA