TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menyatakan kerepotan mengatasai kebakaran hutan yang kerap berulang di wilayah di Indonesia . Kementerian menyebut modus pembakaran hutan hampir selalu sama, yakni perusahaan pemilik lahan berkongkalikong dengan warga untuk membakar hutan tersebut.
“Hutan itu sengaja dibakar perusahaan dan ada kongkalikong dengan warga setempat,” ujar Umar Suyudi, kuasa hukum Kementerian Kehutanan kepada Tempo pada Rabu, 7 Oktober 2015 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Umar mengatakan modus ini dilakukan untuk “mencuci tangan” perusahaan dan menghemat biaya. Menurut Umar, perusahaan yang mengelola dan mengolah lahan tersebut memberikan sebagian kecil tanahnya untuk digarap oleh warga. Setelah sekian tahun, tanaman milik perusahaan tentunya akan rusak. “Dari pada menebang dan mencabuti tanaman yang lama, yang tentunya akan memakan banyak biaya, suruh saja warga membakar lahan garapan,” ucap Umar. (Lihat video Inilah Penyebab Kabut Asap belum Berakhir, Daftar Hitam Perusahaan di Balik Kabut Asap)
Kemudian warga disuruh membakar lahannya sendiri dengan alih-alih balas budi kepada perusahaan karena selama ini telah diberi lahan garapan. Ketika lahan garapan warga terbakar, Umar berkata, “Saat itulah perusahaan membakar lahan miliknya sendiri, tanpa ketahuan pastinya. Ketika perusahaan dituntut negara, mereka cuci tangan dan mengatakan bahwa warga yang membakar dan apinya menyambar lahan perusahaan.”
“Kalau sudah begitu kan repot. Warga paling kena pidana kurungan. Untuk ganti rugi mereka maan punya? Setelah peristiwa itu, warga biasanya kabur entah kemana. Ketika tertangkap, warga bungkam, mungkin takut atau sudah disogok,” tutur Umar.
Hutan-hutan yang sengaja dibakar ini biasanya sudah tidak dapat berfungsi dengan baik, maksudnya tanaman yang ditanam di sana sudah tidak dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan sehingga harus ditanami ulang. Hutan-hutan tersebut biasanya berisikan kelapa sawit dan atau jenis hutan tanaman industri yang berisi pohon akasia, penghasil kertas. Umar pun menambahkan, “Hutan yang terbakar akan menghasilkan abu. Abu itu dapat membuat tanah asam dan menggemburkan kembali tanah yang rusak.”
Sejauh ini, kata Umar, dari 15 perusahaan baru 12 saja yang ditinjau langsung ke lapangan dan ememang ditemukan fakta bahwa hutan tersebut dibakar. “Tinggal 3 perusahaan yang belum kami tinjau,” ucap Umar. Namun begitu, 15 perusahaan ini memang sudah dibidik dan berencana akan dituntut.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelumnya juga telah memberikan sanksi empat perusahaan yang diindikasi melakukan pembakaran hutan. Tiga dari empat perusahaan tersebut mendapat sanksi pembekuan izin, yakni PT TPR, PT WAJ dan PT LIH. Sedangkan PT HS mendapat sanksi pencabutan izin melalui Keputusan Menteri Nomor S840 Tahun 1999 karena areal terbakar mencapai lebih dari 500 hektar.
BAGUS PRASETIYO