TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Institut Pertanian Bogor pelopori gerakan pengurangan kantong plastik dengan mengkampanyekan penggunaan tas pakai ulang (Reusable) ke sejumlah negara ASEAN melalui program ASEAN Reusable Bag Campaign.
"ASEAN Reusable Bag Campaign (ASEAN RBC) merupakan sebuah gerakan peduli lingkungan yang berkonsentrasi terhadap pengurangan penggunaan kantong plastik di negara ASEAN," kata Ranitya Nurlita, mahasiswa Studi Manajemen Sumber Daya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, di Bogor, Selasa, 7 Oktober 2015.
Ranitya mengatakan, gerakan ASEAN RBC diinisiasi oleh Young Southeast Asian Leaders Initative (YSEALI) yang dilaksanakan di tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina selama satu tahun ke depan.
Menurut Ranitya, dipilihnya negara ASEAN dalam kampanye penggunaan tas belanja pakai ulang karena ASEAN termasuk negara penyumbang plastik terbesar di dunia di banding negara maju.
"Negara di ASEAN termasuk negara penyumbang sampah plastik terbesar dan paling banyak membuang sampah plastik ke laut," katanya.
Ranitya mengatakan, sebagai negara berkembang, kebiasaan masyarkaat di negara ASEAN masih tradisional, menggunakan kantong plastik untuk berbelanja. Berbeda dengan negara maju yang sudah menggunakan reusable bag.
"Seperti di Amerika, masyarakatnya jarang menggunakan kantong plastik. Karena untuk menggunakannya mereka harus bayar sebesar 25 sen USD," katanya.
Menurut Ranitya, produksi sampah plastik negara di ASEAN pada 2000 sebesar 56 miliar ton. Thailand menjadi negara pertama penyumbang sampah plastik terbesar, yakni 33 persen. Disusul Indonesia sebesar 24 persen, Malaysia diperingkat ketiga sebesar 17 persen, Filipina diperingkat empat sebesar 10 persen, dan Singapura 3 persen.
Namun, pada 2015, Indonesia menjadi negara nomor dua di Asia yang memproduksi sampah plastik terbanyak setelah Cina.
"Negara di Asia Tenggara menjadi penyumbang sampah plastik terbesar di dunia, ada Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Filiphina," katanya.
Padahal, lanjut Ranitya, penggunaan sampah plastik tidak ramah lingkungan karena membutuhkan 200 tahun untuk mengurai plastik tersebut di tanah. Beberapa dampak negatif dari penggunaan sampah plastik yakni menyebabkan banjir karena tertutupnya reservoar (daerah resapan air), penyebab karsinogenik (pemicu kanker), mengurai ratusan satu di bumi.
"Produksi plastik boros energi, untuk memproduksi plastik menghabiskan 12 juta barel dari minyak bumi, menghabiskan 14 juta pohon per tahunnya," kata dia.
Tidak hanya itu, sampah plastik yang dibuang kelaut juga merusak ekosistem perairan, banyak kasus biota laut terkontaminasi sampah plastik, ada hewan yang terjerat plastik.
Menurut Ranitya, penggunaan tas pakai ulang lebih ramah lingkungan dibanding bioplastik yang mulai banyak diproduksi dan dipasarkan. Karena bioplastik juga tidak terurai sempurna di bumi. Bioplastik dibuat dari campuran pati yang hanya 5 persen, sisanya plastik semua.
"Tas pakai ulang salah satu solusi yang bisa digunakan untuk upaya pengurangan kantong plastik. Energi yang dibutuhkan untuk pembuatan tas ini lebih sedikit dibanding kantong plastik serta bisa dipakai ulang dalam jangka waktu yang lama," katanya.
Ranitya mengatakan, ASEAN RBC memiliki rangkaian acara untuk mengajak masyarakat menggunakan tas belanja pakai ulang (reusable bag), diantaranya ASEAN RBC goes to Road, ASEAN goes to campus, ASEAN RBC goes to school, belanja dengan tas pakai ulang, kompetisi merancang tas pakai ulang, dan edukasi penggunaan tas pakau ulang ASEAN Reusable bag, serta Forum and expo 2015.
"Yang unik saat melakukan ASEAN RBC goes to road, kami melakukan di sejumlah negara dengan cara merampok kantong platik milik masyarakat di jalan dan diganti dengan tas pakai ulang," katanya.
Ranitya menambahkan, kampanye penggunaan tas pakai ulang untuk mengurangi sampah kantong plastik telah dilaksanakan sejak tujuh bulan lalu. Harapannya, program tersebut dapat diterima masyarakat yang akhirnya menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.
ANTARA