TEMPO.CO, Yogyakarta - Politikus Partai Golkar Siti Hedijati Soeharto atau Titiek Soeharto menilai negara tak perlu meminta maaf kepada Soekarno terkait tudingan presiden pertama Republik Indonesia itu menyokong gerakan PKI. Menurut Titiek, negara tak perlu merespons penyelesaian stigma keterlibatan Presiden Soekarno dalam gerakan 30 September 1965.
"Apa yang sebenarnya harus dimaafkan? Memangnya ada masalah?" kata Titiek yang ditemui Tempo di Yogyakarta, Selasa, 6 Oktober 2015.
Menurut Titiek, jika negara minta maaf, maka akan menguatkan kesan ada masalah dalam kehidupan Soekarno. Padahal di masa pemerintahan Orde Baru, menurut putri Presiden Soeharto ini, negara tak pernah melekatkan predikat itu pada Soekarno. "Jadi kenapa negara harus meminta maaf," ujarnya. (Lihat video Ini Dia Fakta Penyiksaan Jenderal Saat G30S , Disebut Berbahaya, Inilah Fakta Lagu Genjer-Genjer, Cerita di Balik Film ‘PKI’)
Lagipula, Titiek beralasan kepemimpinan Orde Baru di masa Soeharto telah memberikan tempat sangat terhormat dengan menyematkan gelar Bapak Proklamator Indonesia. Sosok Soekarno bahkan dijadikan ikon bagi Bandara Internasional Soekarno-Hatta hingga penamaan ruas jalan protokol.
BACA JUGA:
Rachmawati: Percuma Negara Minta Maaf ke Soekarno Jika...
Peneliti LIPI: Minta Maaf ke Soekarno, Sejarah Bisa Lurus
Minta Maaf ke Soekarno? Titiek:Kenapa Harus, Pak Harto Itu..
Titiek menanggapi usulan Ketua Fraksi PDIP MPR Ahmad Basarah agar pemerintah meminta maaf karena menuduh Soekarno mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal Soekarno adalah korban peristiwa G30S PKI. Ia menganggap Soekarno kehilangan kekuasaan karena tuduhan mendukung PKI dan terbitnya TAP MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 pada 12 Maret 1967.
Dalam Pasal 6 TAP MPRS tersebut, kata Basarah, Pejabat Presiden Jenderal Soeharto diberikan tanggung jawab untuk melakukan proses hukum secara adil guna membuktikan dugaan pengkhianatan Presiden Soekarno. "Namun hal tersebut tidak pernah dilaksanakan sampai Presiden Soekarno wafat 21 Juni 1970," tutur Basarah melalui pernyataan tertulis.(Baca: Mengapa Politikus PDIP Ini Usul Negara Harus Minta Maaf ke Bung Karno, Alasannya...)
Ketua Fraksi PDIP di MPR itu menegaskan dengan terbitnya TAP MPR Nomor I Tahun 2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum TAP MPRS/MPR sejak Tahun 1960-2002, maka TAP MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 dinyatakan tidak berlaku lagi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 November 2012 juga memberikan anugerah kepada Sukarno sebagai pahlawan nasional.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar dan Tanda Jasa, kata Basarah, syarat pemberian gelar pahlawan nasional adalah dapat diberikan kepada tokoh bangsa apabila semasa hidupnya tidak pernah melakukan pengkhianatan kepada negara.
"Seharusnya pemerintah Republik Indonesia menindaklanjuti dengan permohonan maaf kepada keluarga Bung Karno dan merehabilitasi nama baik Bung Karno," ucapnya.
BACA juga:
Puan Minta Nama Soekarno Dibersihkan dari Tuduhan Dukung PKI
Cerita Bung Karno Selamat dari Lemparan Granat di Cikini
Marahnya Jenderal Soedirman Karena Dituduh Kudeta Soekarno
RIKY FERDIANTO