TEMPO.CO, Kediri - Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran Kediri, Jawa Timur, mulai mengurangi pemberian obat kepada pasiennya akibat keterbatasan anggaran. Hal ini terjadi akibat konflik antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Kota Kediri terkait pembahasan APBD.
Direktur RSUD Gambiran, dr Fauzan Adima, mengatakan bahwa konflik persetujuan atas nilai Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2015 yang terjadi antara pemerintah dengan DPRD Kota Kediri telah mengancam nasib ribuan pasien. Anggaran tersebut tak mendapat persetujuan Gubernur Jawa Timur lantaran diboikot dua wakil ketua dewan.
“Kami sangat membutuhkan anggaran untuk pengadaan obat,” kata Fauzan kepada Tempo, Selasa 6 Oktober 2015.
Menurut Fauzan, operasional RSUD Gambiran setiap tahun bergantung pada APBD Kota Kediri. Selain melayani kebutuhan berobat masyarakat Kediri, rumah sakit pelat merah ini juga menjadi rujukan pasien dari wilayah Kabupaten Kediri, Nganjuk, Tulungagung, dan daerah lain, dengan mayoritas pasien miskin yang menggantungkan biaya pengobatan pada rumah sakit.
Ketergantungan pada anggaran pemerintah bagi rumah sakit ini sangat besar. Dalam PAK APBD 2015 ini, rumah sakit tersebut mengajukan plafon Rp 51 miliar untuk berbagai kebutuhan mulai operasional hingga pengadaan obat. Setiap keterlambatan pencairan anggaran yang terjadi dipastikan akan berdampak besar bagi kegiatan layanan rumah sakit.
Saat ini saja dokter rumah sakit tersebut mulai ketar-ketir dengan menipisnya stok antibiotik dan peralatan medis seperti jarum suntik, infus, dan oksigen. “Kalau APBD tak bisa disetujui semua, minimal enam milyar rupiah untuk pembelian obat dipenuhi dulu,” kata Fauzan meminta.
Akibat kondisi ini, dokter mulai menghemat pemberian obat kepada pasien. Obat yang diperuntukkan pasien rawat jalan untuk satu bulan kini terpaksa dihemat menjadi dua minggu saja sambil menunggu kucuran dana pemerintah. "Namun hal ini tak bisa berlangsung lama karena ketersediaan antibiotik mulai menipis."
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Kediri Apip Permana mengatakan, kisruh APBD ini terjadi lantaran dua wakil ketua DPRD yakni Woro Reni Permana dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Abdul Muid dari Partai Kebangkitan Bangsa tak menandatangani rancangan APBD 2015 meski telah melalui rapat paripurna tanggal 26 Agustus lalu. Namun karena kebutuhan mendesak, pemerintah tetap mengajukan draf itu ke Gubernur meski akhirnya ditolak. “Kami sendiri tak tahu alasan penolakan itu, padahal semua anggota sudah setuju,” kata Apip.
Saat ini pemerintah Kota Kediri tengah melobi Menteri Dalam Negeri untuk mencari jalan pintas agar APBD itu mendapat persetujuan Gubernur. Sebab selain mengejar kebutuhan obat-obatan, Dinas Kebersihan Lingkungan mulai kelimpungan karena honor para pegawai lapangan terancam tak terbayar. Hal ini dikhawatirkan akan membuat mereka mogok dan tak mau membersihkan jalan raya.
Woro Reni Permana dan Abdul Muid tak bisa dikonfirmasi soal penolakan mereka. Berulangkali telepon dan pesan singkat yang disampaikan Tempo tak mendapat respon sama sekali.
HARI TRI WASONO