TEMPO.CO, Jakarta - Puan Maharani, cucu presiden pertama Republik Indonesia Soekarno, menyebutkan, kalau pernyataan Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Ahmad Basarah sebagai sikap pribadi. Basarah sebelumnya menyebarkan siaran pers yang mengutarakan pandangannya bahwa negara seharusnya meminta maaf kepada presiden Indonesia pertama, Soekarno, dan keluarganya, karena Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) XXXIII/1967 dicabut.
"Itu pernyataan pribadi. Saya rasa karena (Soekarno) sudah dianugerahkan pahlawan nasional. Memang belum semua halnya selesai yang berkaitan dengan Bung Karno, masih ada TAP-TAP yang sampai saat ini masih mengganjal, itu memang diinginkan oleh keluarga untuk segera diselesaikan," kata Puan di Istana, Senin, 5 Oktober 2015.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan berharap dalam waktu singkat persoalan tersebut bisa diselesaikan, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan ditetapkannya Soekarno sebagai pahlawan nasional dapat menjadi jelas.
Menurut Puan, permintaan maaf resmi dari negara bisa ditunjukkan dengan disegerakannya penyelesaian segala permasalahan yang masih mengganjal hingga saat ini, khususnya untuk keluarga dan para pengikut Soekarno.
BACA:
Omar Dani: CIA Terlibat G30S 1965 dan Soeharto yang Dipakai
G30S, Omar Dani: Harto Tak Mau ke Bung Karno, Itu Tak Aneh
Sebelumnya, Basarah mengatakan Sukarno adalah korban peristiwa G30S/PKI. Ia menganggap Soekarno kehilangan kekuasaan karena tuduhan mendukung PKI dan terbitnya TAP MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 tertanggal 12 Maret 1967.
Dalam Pasal 6 TAP MPRS tersebut, kata Basarah, penjabat presiden, Jenderal Soeharto, diberikan tanggung jawab untuk melakukan proses hukum secara adil guna membuktikan dugaan pengkhianatan Presiden Sukarno. "Namun hal tersebut tidak pernah dilaksanakan sampai Presiden Sukarno wafat tanggal 21 Juni 1970," tutur Basarah melalui pernyataan tertulis.
Ketua Fraksi PDIP di MPR itu menegaskan, dengan terbitnya TAP MPR Nomor I Tahun 2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum TAP MPRS/MPR sejak Tahun 1960-2002, maka TAP MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 dinyatakan tidak berlaku lagi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 November 2012 juga memberikan anugerah kepada Sukarno sebagai pahlawan nasional.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar dan Tanda Jasa, kata Basarah, syarat pemberian gelar pahlawan nasional adalah dapat diberikan kepada tokoh bangsa apabila semasa hidupnya tidak pernah melakukan pengkhianatan kepada negara.
"Seharusnya pemerintah Republik Indonesia menindaklanjuti dengan permohonan maaf kepada keluarga Bung Karno dan merehabilitasi nama baik Bung Karno," ucapnya.
Basarah beranggapan, permintaan maaf pemerintah karena menuduh Sukarno mendukung PKI lebih memiliki dasar hukum ketimbang rencana permintaan maaf kepada korban pelanggaran berat hak asasi manusia tahun 1965. Meski di sisi lain Basarah beranggapan negara tidak dapat menghukum secara politik maupun perdata kepada keturunan aktivis PKI yang tidak tahu dan tidak terlibat dalam peristiwa pemberontakan PKI.
"Permohonan maaf yang harusnya dilakukan pemerintah adalah kepada Bung Karno dan keluarganya. Sedangkan wacana tentang permohonan maaf kepada PKI belum memiliki dasar hukum karena TAP MPRS Nomor XXV/1966 masih dinyatakan berlaku," kata Basarah.
ANANDA TERESIA