TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan warga Batang, Jawa Tengah, dan sejumlah aktivis pembela lingkungan, Greenpeace, yang ditangkap petugas Kepolisian Resor Jakarta Pusat tadi malam telah dilepaskan. Menurut Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Hendro Pandowo, mereka yang ditangkap hanya didata dan dimintai keterangan.
"Kami lakukan identifikasi dan pemeriksaan, lalu dipulangkan sekitar pukul 22.00," kata Hendro saat dihubungi, Selasa, 6 Oktober 2015.
Baca Juga:
Menurut Hendro, warga dan aktivis Greenpeace ditangkap lantaran aksi protes mereka terkait dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang di depan Istana Merdeka melewati batas waktu yang telah ditentukan. "Seharusnya selesai pukul 18.00. Namun sampai pukul 19.30 belum bubar juga," ujar Hendro.
Pada Senin kemarin, sejumlah warga Batang dan aktivis Greenpeace menggelar aksi menolak pembangunan PLTU Batu Bara Batang di depan Istana Negara sejak pukul 11.00. Mereka ingin bertemu Presiden Joko Widodo untuk menyuarakan pembatalan megaproyek yang dianggap akan menghancurkan kawasan konservasi laut dan lahan pertanian itu.
"Warga menolak menjual tanahnya karena tidak ingin lahan pertanian dan kawasan laut mereka tercemar," tutur pemimpin Tim Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Arif Fianto.
Akan tetapi, hingga pukul 18.00, sekitar 50 orang yang tergabung dalam aksi tersebut belum berhasil menemui Presiden Jokowi sehingga mereka terus bertahan dan melanjutkan aksi. "Warga berharap Presiden Jokowi mau menemui mereka. Namun sampai malam tidak ada respons dari pihak Istana terhadap tuntutan warga," ucap Arif.
Akhirnya, pada sekitar pukul 19.00, satu kompi aparat kepolisian yang berjumlah sekitar 160 personel bertindak dengan mengamankan 43 warga Batang dan juga para aktivis. Beberapa warga pun terpaksa digotong dan diseret oleh pihak kepolisian. "Akhirnya diangkut oleh petugas ke Polres Jakarta Pusat," kata Kapolres Hendro. Setelah didata, warga dipulangkan.
Aksi tersebut merupakan unjuk rasa ke-31 yang dilakukan warga Batang untuk menolak rencana pembangunan PLTU Batu Bara di Batang. Menurut Arif, PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) selaku pelaksana proyek kembali gagal memenuhi tenggat waktu financial closing. "Pada 6 Oktober 2015 ini, mereka sudah keempat kalinya gagal. Harusnya ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah untuk membatalkan rencana pembangunan tersebut," ujar Arif.
Menurut dia, masih ada sekitar 10 persen lahan yang belum dibebaskan PT BPI karena warga menolak menjual tanahnya. "Ini akan terus dipertahankan oleh warga sampai kapan pun," ucap Arif.
ANGELINA ANJAR SAWITRI