Cerita selamatnya Presiden Sukarno alias Bung Karno dari upaya pembunuhan di Cikini disarikan kembali oleh Arifin Suryo Nugroho dalam bukunya berjudul Tragedi Cikini, Percobaan Pembunuhan Presiden Sukarno, yang terbit pertama kali pada 2014. Buku ini juga diselipi kata pengantar dari Asvi Warman Adam, peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang juga ahli sejarah di Tanah Air.
ADLUN FIQRI BEBAS
Save Adlun, Polri: Itu Bukan Suap tapi Titip Uang
SAVE ADLUN: Bukan ke Polantas, Titip Denda Tilang ke Bank!
Dalam buku itu diceritakan salah seorang yang berjasa menyelamatkan Presiden saat itu adalah Mayor Sudarto, ajudan Presiden. Sudarto mengisahkan detik-detik ketegangan itu. Sudarto mengaku memerintahkan anak buahnya untuk menembak siapa saja yang mendekati Presiden Sukarno saat dia diisolir di satu tempat gelap, yang terimpit di antara dua bangunan di seberang Sekolah Rakjat Cikini.
"Saya berpendapat tidak ada jalan lain menyelamatkan jiwa Presiden dari bahaya maut itu kecuali mengorbankan diri terlebih dahulu sebelum peluru atau pecahan granat menyentuh bagian badan kepala negara dengan menjadikan diri kami, Ajun Inspektur Polisi Sudio, anggota polisi Oding, dan saja sendiri sebagai perisai terakhir," demikian kata Sudarto, seperti yang dikutip dari harian Sin Min, 6 Desember 1957. Sudari terakhir berpangkat brigadir jenderal.
Kegagalan yang membahayakan keselamatan Bung Karno hampir terjadi ketika Sudarto hendak menelepon untuk meminta bantuan. Telepon di sekeliling kompleks itu terputus, yang diduga termasuk dalam rencana pembunuhan Presiden Sukarno. Ajudan Presiden yang saat itu berumur sekitar 35 tahun, berbadan tinggi dan tegap, itu selanjutnya mengatakan Bung Karno dilarikan dari tempat persembunyian dengan menaiki mobil Sudarto dengan kawalan lengkap pasukan Brigade Mobil.
Mereka tidak langsung ke Istana Presiden. Menurut Sudarto, mereka harus berputar-putar melalui Lapangan Banteng karena jalan terhalang pintu kereta api yang tertutup. "Sedang saya perintahkan perjalanan ke Istana tidak boleh berhenti untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Apa lacur, pintu kereta api di Jalan Pintu Air dekat Capitol juga tertutup. Terpaksa kami berputar ke jalan semula melalui pintu kereta api dan dengan selamat kami sampai ke Istana."
BC
GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965
G30S 1965: Ini Alasan Amerika Mengincar Sukarno
EKSKLUSIF G30S: Sebelum Didor Aidit Minta Rokok ke Eksekutor
EKSKLUSIF: Kisah Kolonel TNI Tembak Leher Ketua CC PKI Aidit