TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Kemerdekaan RI diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, berselang dua bulan Presiden Sukarno membentuk Tentara Keamanan Rakyat pada 5 Oktober 1945 yang kini menjadi hari jadi TNI. Tentara Keamanan Rakyat ini mengalami perubahan nama sebelum menjadi Tentara Nasional Indonesia.
Sukarno menunjuk Soepriyadi sebagai panglima TKR. Soepriyadi adalah komandan peleton atau shodancho tentara Peta. Sebelumnya, dia ditunjuk sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Tapi Soepriyadi menghilang sejak pemberontakan di Blitar pada Mei 1945. Sebagian pejuang yakin dia sudah tewas terbunuh tentara Jepang.
Sukarno kemudian menunjuk Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf Umum dengan berpangkat letnan jenderal. Pemilihan Oerip atas rekomendasi Perdana Menteri Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin.
Tugas Oerip membenahi organisasi tentara yang masih semrawut sebelum dipilih Panglima TNI. Ketika itu, para pejuang dari beragam kelompok berjalan sendiri-sendiri. Pangkat dan jabatan pun diatur sendiri. "Ada yang mengangkat diri menjadi jenderal hanya karena berhasil merebut jip Belanda," kata Salim kepada Tempo awal September 2012.
Melewati pemilihan yang ketat pada 12 November 1945, akhirnya Soedirman yang masih berusia 29 tahun mampu menyisihkan Oerip, Amir Sjarifoeddin, dan Moeljadi Djojomartono dari Barisan Banteng. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta akhirnya melantik Soedirman sebagai Panglima Besar pada 18 Desember 1945.
Namun sebelum menjadi TKR, tentara berawal dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat pada 22 Agustus 1945. BKR ini muncul dalam sidang PPKI, dua orang anggota PPKI yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso dan Otto Iskandardinata mengusulkan untuk dibentuk sebuah badan pembelaan negara.
Anggota BKR saat itu adalah para pemuda Indonesia yang sebelumnya telah mendapat pendidikan militer sebagai tentara Heiho, Pembela Tanah Air (PETA), KNIL dan lain sebagainya. BKR tingkat pusat yang bermarkas di Jakarta dipimpin oleh Moefreni Moekmin. Melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat.
Namun nama TKR selanjutnya diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Usai kemerdekaan, banyak upaya sekutu mengembalikan penjajahan sehingga banyak laskar pejuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Nah, untuk mempersatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan perjuangan rakyat, maka pada 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu maka dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL. Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Pada tahun 1962, dilakukan upaya penyatuan antara angkatan perang dengan kepolisian negara menjadi sebuah organisasi yang bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan satu komando ini dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya dan menjauhkan pengaruh dari kelompok politik tertentu.
Pada tahun 1998 terjadi perubahan situasi politik di Indonesia. Perubahan tersebut berpengaruh juga terhadap keberadaan ABRI. Pada tanggal 1 April 1999 TNI dan Polri secara resmi dipisah menjadi institusi yang berdiri sendiri. Sebutan ABRI sebagai tentara dikembalikan menjadi TNI, sehingga Panglima ABRI menjadi Panglima TNI.
EKO ARI | BERBAGAI SUMBER
Video Terkait: