TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sedang mempertimbangkan sanksi, termasuk pencabutan izin, untuk maskapai Aviastar. Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi M. Juraid mengatakan Aviastar termasuk salah satu maskapai yang berada dalam pengawasan Kementerian Perhubungan terkait dengan undang-undang tentang kepemilikan pesawat.
Berdasarkan Undang-Undang Penerbangan, maskapai pesawat niaga berjadwal minimal memiliki sepuluh pesawat, dengan rincian lima unit milik sendiri dan menguasai lima pesawat (sewa). "Mereka memang sudah punya sepuluh pesawat, tapi jenisnya berbeda-beda. Tujuh Twin Otter, tiga BAe tidak digunakan untuk berjadwal, digunakan yang (kepentingan) lain. Ini kajian dari kita," katanya saat ditemui setelah acara diskusi di rumah makan Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 3 Oktober 2015.
Hadi mengatakan pemerintah akan membekukan izin Aviastar sebagai AOC (Air Operator Certificate) jika maskapai itu tidak memenuhi ketentuan tersebut. Kementerian Perhubungan, kata dia, sudah memberikan perpanjangan waktu hingga September kepada maskapai untuk memenuhi persyaratan itu. Hingga saat ini, Aviastar masih memiliki izin beroperasi yang berlaku hingga Desember mendatang.
Pesawat Aviastar rute Masamba-Makassar hilang kontak sejak Jumat siang, 2 Oktober 2015. Pesawat Aviastar itu membawa tujuh penumpang, terdiri atas lima penumpang dan dua balita. Sedangkan kru pesawat berjumlah tiga orang, yakni pilot, kopilot, dan teknisi.
Pesawat Twin Otter DHC6 berkapasitas 18 penumpang ini hilang setelah lepas landas dari Bandar Udara Andi Djemma pada pukul 14.25 Wita. Pukul 14.33 Wita, pilot melakukan kontak terakhir dengan petugas di darat dan hilang. Seharusnya pesawat mendarat di Bandar Udara Sultan Hasanuddin, Makassar, pada pukul 15.39 Wita.
ALI HIDAYAT