TEMPO.CO, Lumajang - Tambang Ilegal yang dikelola oleh Kepala Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang Hariyono, ternyata menghasilkan omset sebesar Rp 2 miliar perbulan. Penelusuran Tempo di desa asal petani naas Salim Kancil itu menyebutkan sekitar 250 rit truk pasir keluar dari Pantai Watu Pecak setiap harinya.
Badrus, warga Desa Selok Awar-awar mengatakan tambang ilegal di Pantai Watu Pecak selalu ramai dengan truk-truk pengangkut pasir. Satu truk pasir biasanya dijual seharga sekitar Rp 270 ribu. Jika dalam sehari 250 truk pasir keluar dari Pantai Pecak, berarti Kepala Desa Hariyono mengantongi uang Rp 67 juta perharinya. "Satu bulan bisa sampai Rp 2 miliar," ujarnya kepada Tempo, Kamis 1 Oktober 2015.
Warga Desa Selok Awar-Awar lainnya, Madris, juga menyebutkan bahwa bisnis ilegal pasir besi di desa itu memang cukup menggiurkan. Namun, berbeda dengan Badrus, Madris mengatakan bahwa satu truk pasir biasanya dihargai Rp 250 ribu.
Tak hanya itu, tiap truk pasir besi juga biasanya dikenai tarif portal untuk memasuki Pantai Pecak sebesar Rp 20 ribu persekali angkut. Total uang portal yang dikumpulkan dalam sehari bisa mencapai Rp 5 juta perhari atau Rp 150 juta perbulan.
Salim Kancil tewas pada Sabtu pekan lalu setelah diculik dan dianiaya sejumlah orang dari kediamannya di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang. Peristiwa ini diduga berkaitan erat dengan aktivitas tambang ilegal yang dikendalikan Kepala Desa Hariyono. Salim dikenal sebagai warga yang lantang menolak tambang ilegal itu.
Tak hanya Salim, peristiwa itu juga memakan korban Tosan. Rekan Salim yang juga aktif menolak tambang ilegal itu mengalami luka parah akibat pengeroyokan itu.
Kepolisian Resor Lumajang sudah menetapkan Kepala Desa Selok Awar-awar, Hariyono sebagai tersangka kasus tambang pasir ilegal ini. Hariyono juga ditetapkan sebagai tersangka otak penganiayaan Salim Kancil dan Tosan.
DAVID PRIYASIDHARTA
Baca juga:
Kisah Salim Kancil Disetrum, Tak Juga Tewas: Inilah 3 Keanehan
G30S 1965, Jokowi Bicara Permintaan Maaf ke Keluarga PKI