TEMPO.CO , Jakarta - Emil Salim, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden periode 2010-2014, mengkritik proses legislasi yang memasukkan pasal kretek bahan baku rokok ke RUU Kebudayaan. Ia menganggap masuknya pasal tersebut sebagai bentuk tidak adanya tanggung jawab moral politikus.
“Bayangkan, dalam Undang-Undang Kebudayaan, mereka memasukkan pasal itu dan bisa lulus di DPR,” kata Emil seusai diskusi "Seruan Tokoh Bangsa Wujudkan Sumber Daya Manusia Tangguh" di Jakarta, Rabu, 30 September 2015.
Selain itu, Emil, yang pernah menjabat Menteri Lingkungan Hidup pada era Orde Baru, menganggap pasal kretek sebagai ancaman yang dipicu oleh kekuatan uang, tata kelola pemerintahan yang buruk, dan mentalitas politik yang korup. “Ini contoh gamblang betapa the power of money telah meracuni politikus kita,” katanya.
Emil mengatakan ada tiga racun yang menghancurkan kualitas dan kuantitas generasi muda Indonesia, yaitu narkoba, minuman keras, dan rokok. “Ada masalah dalam political leader, yang enggan menaikkan cukai dan pajak itu semua, dan juga adanya pengaruh dari luar.”
Dalam diskusi itu pula, Emil mengungkapkan keprihatinannya terhadap generasi muda. Hal ini diungkapkan ketika ia tidak mengundang seorang pun politikus dalam diskusi tersebut. “Ini murni suara orang tua dan ada ketidakrelaan kami saat generasi muda habis dicekoki suasana politik yang korup.”
Karena itu, melalui forum ini, Emil mendesak agar generasi muda bisa diselamatkan secara fisik, kualitas otak, dan kesehatan dari tiga racun yang harus dibasmi tersebut. Selain itu, ia mendesak agar suasana politik tidak permisif dan dipengaruhi kekuatan uang serta politikus yang korup. “Generasi muda harus dilindungi dari itu semua,” katanya.
Emil menegaskan bahwa rokok adalah racun yang tidak semestinya dimasukkan ke RUU Kebudayaan. “Bagaimana mungkin racun dimasukkan dalam kebudayaan. Kita harus bangkitkan gerakan moral untuk selamatkan generasi muda.”
ARKHELAUS WISNU