TEMPO.CO, Yogyakarta - Seniman yang pernah berhimpun di Sanggar Bumi Tarung, Djoko Pekik tidak tahu persis tentang keterlibatan Central Intelligence Agency terhadap peristiwa 1965. Ia menyatakan tragedi kemanusiaan itu sebagai politik pecah belah terhadap Bangsa Indonesia di tahun 1908. Caranya dengan mengadu tokoh-tokoh penting Indonesia.
Ia menilai peristiwa 1965 adalah adu domba terhadap Presiden Sukarno, Partai Komunis Indonesia, dan rakyat. Peristiwa 1965 menunjukkan bagaimana rakyat langsung diadu dengan rakyat. Buruh dan tani dipersenjatai.
Presiden Sukarno orang yang dekat dengan PKI. Partai peraih suara terbanyak urutan keempat pada Pemilihan Umum tahun 1955 itu merasa mendapat dukungan yang kuat dari Sukarno, tokoh besar yang dukungan rakyatnya besar. Di tahun 1960-an itu, dukungan rakyat terhadap PKI juga besar. Dalam rapat-rapat akbar partai menunjukkan PKI partai yang solid dan dukungannya besar. PKI merasa di atas angin sehingga lalai.
“PKI terlena. Bung Karno habis. PKI habis,” kata Djoko Pekik di rumahnya di Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 26 September 2015.
Djoko Pekik merupakan seniman Bumi Tarung yang ditangkap polisi pada 8 November 1965. Pekik ditangkap karena dianggap berhubungan dengan Lekra. Seniman-seniman Bumi Tarung kebanyakan berhimpun ke Lembaga Kebudayaan Rakyat.
Secara struktural, Lekra tidak terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Memang, sebagian besar seniman Lekra bergabung dengan PKI. Joko Pekik adalah contoh seniman Lekra yang tidak bergabung ke dalam PKI.
Joko Pekik menjelaskan Lekra terbentuk karena pada 1950 Presiden Sukarno menganjurkan semua partai memiliki lembaga kebudayaan. Lekra berdiri bukan karena perintah PKI. Pendiri Lekra adalah Amrus Natalsya. Waktu itu Lekra menjadi alat propaganda politik para seniman. Misalnya perlawanan terhadap ideologi kapitalisme.
Sanggar Seni Bumi Tarung, bermula dari sekelompok seniman muda yang juga mahasiswa Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta. Sesungguhnya sanggar ini independen dari partai. Namun, sejumlah anggotanya juga berhimpun ke Lekra. Bahkan, ada juga yang secara formal menjadi anggota atau pengurus PKI. Di Sanggar Bumi Tarung, mereka kerap berkumpul untuk berdiskusi tentang seni bertema buruh dan tani. Anggota Gerakan Wanita Indonesia dan Buruh Tani Indonesia, organisasi sayap PKI juga bergabung dalam diskusi itu.
Bumi Tarung, berdiri pada 1961. Anggotanya waktu itu sebanyak sepuluh orang. Sanggar Seni ini menggunakan slogan Lekra, yakni mengabdi kepada buruh tani. Lambat laun jumlah anggota bertambah. Ada 30 seniman yang bergabung.Seniman muda Bumi Tarung yang masuk Lekra tergiur dengan propaganda dan agitasi kerakyatan. Mereka aktif menyampaikan propaganda lewat karya seni. Mereka juga punya gerakan turba (turun ke bawah) bersama buruh dan tani.
Pekik banyak melukis karya-karya anti-kapitalisme dan aktif berdemonstrasi. Karena aktivitiasnya dan kedekatannya dengan Lekra itulah yang membuatnya ditangkap dan ditahan pada 1965 hingga 1972. Ketika peristiwa 30 September 1965 pecah, Pekik berada di Jakarta. Ia berkumpul bersama sejumlah seniman Lekra di Gedung Pendidikan dan Kebudayaan, yang khusus menangani pemberantasan buta huruf di Jalan RA. Kartini No 10, Gunung Sahari, Jakarta. Waktu itu seniman-seniman Lekra sedang membuat dekorasi kota untuk penerimaan tamu negara.
SHINTA MAHARANI
Baca juga:
Kisah Salim Kancil Disetrum Tak Juga Tewas: Inilah 3 Keanehan
Tragedi Salim Kancil: Inilah Indikasi Polisi Diduga Bermain
Video Terkait: