TEMPO.CO, Mataram - Pulau wisata Gili Trawangan seluas 345 hektare terancam menjadi pulau sampah. Sebab, tidak ada pembuangan sampah yang legal untuk mengelola limbah dari hotel dan restoran serta rumah tangga.
Menurut Ketua Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan (KPML) Malik, saat ini produksi sampah mencapai 16 ton per hari. Sedangkan kapal pengangkut sampah milik Pemerintah Kabupaten Lombok Utara hanya berkapasitas angkut 2 ton. Ironisnya, sampah diangkut hanya tiga kali seminggu.
Selama ini, menurut Kamil, Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan hanya mampu memproses sampah organik sebanyak 10 persen. Selebihnya ditumpuk di atas lahan seluas 80 are atau 8.000 meter persegi milik warga. ”Kami sudah meminta pinjam pakai lahan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, tapi belum dipenuhi,” kata Malik saat dihubungi, Rabu, 30 September 2015. Malik pun menyatakan prihatin dengan kondisi di Gili Trawangan.
Jika Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki hak kawasan Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air bersedia memberikan pinjam kelola lahan, Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan ingin membangun unit pengelolaan sampah yang tidak permanen alias system knock down.
Gili Trawangan setiap hari dikunjungi hingga 800 orang, baik yang datang langsung menggunakan kapal cepat dari Bali maupun yang melalui pelabuhan penyeberangan Bangsal di Pemenang, Lombok Utara. Dalam setahun, lebih dari 500 ribu wisatawan berkunjung ke pulau ini.
Pertambahan angka kunjungan setiap tahun, menurut Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Achmad Rifai, mencapai 24 persen. ”Pemerintah Kabupaten Lombok Utara diharapkan ikut menangani sampah tersebut,” ujarnya.
SUPRIYANTHO KHAFID
Video Terkait: