TEMPO.CO, Malang - Para nelayan di Jawa Timur yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jawa Timur menuntut polisi mengusut tuntas kasus penganiayaan dan pembunuhan terhadap petani anti-tambang di Desa Selok Awar Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Koordinator KNTI Jawa Timur, Misbachul Munir, mengatakan dalang dari aksi premanisme yang menewaskan Salim alias Kancil dan menyebabkan Tosan kritis harus diungkap secara tuntas. Aksi premanisme yang dialami Salim dan Tosan, yang menolak pertambangan di desanya, telah menambah panjang kekerasan terhadap petani dan nelayan.
"Petani dan nelayan selalu menjadi korban," kata Misbachul melalui siaran pers yang diterima Tempo, Selasa, 29 September 2015.
Misbachul menjelaskan pertambangan pasir besi di Desa Selok Awar Awar telah berlangsung sejak empat tahun lalu. Sejak saat itu pula pertambangan ditolak oleh warga, termasuk para petani. Namun warga justru mendapat intimidasi, teror, dan ancaman.
Polisi dan aparat penegak hukum tidak bergerak dan tidak melindungi para petani sampai terjadi aksi penganiayaan dan pembunuhan Sabtu, 26 September 2015. "Petani di Selok Awar Awar telah dirampas ruang hidupnya dan dicabut nyawanya secara paksa," ujar Misbachul.
Penambangan pasir besi di Lumajang, kata Misbachul, melanggar hukum, khususnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.3/PUU-VII/2010 tentang uji materi Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam putusan MK itu membatalkan hak pengusahaan perairan pesisir dan melarang praktek privatisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Setiap orang dilarang menambang pasir pada wilayah yang secara ekologis, sosial, dan budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan pencemaran.
Itu sebabnya KNTI Jawa Timur mendesak agar penambangan pasir di Lumajang dan pesisir selatan Jawa ditutup. Aktivitas penambangan itu berpotensi merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir. "Kawasan pesisir harus dipulihkan fungsinya sebagai kawasan produktif untuk masyarakat pesisir," ucap Misbachul.
Misbachul menegaskan KNTI Jawa Timur menuntut Pemerintah Provinsi Jawa Timur segera mengkaji ulang Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2012 tentang rencana kawasan zonasi dan pulau-pulau kecil.
Selain itu, KNTI Jawa Timur mengajak masyarakat untuk terus mengawasi penanganan kasus premanisme di Desa Awar Awar. Kepolisian harus mengusutnya hingga tuntas. KNTI Jawa Timur juga berharap kasus serupa tak terulang kembali. “Masih banyak daerah lain yang berjuang melawan pertambangan," tutur Misbachul.
EKO WIDIANTO