TEMPO.CO, Malang - Tosan, 52 tahun, petani penolak tambang pasir yang menjadi korban penganiayaan tengah menjalani perawatan di ruang ICU Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang. Kini kondisinya telah melewati masa kritis setelah menjalani operasi. Namun, Tosan dilarang dijenguk dan dikunjungi.
Istri Tosan, Ati Hariati setia mengunggu dan menjaga selama menjalani perawatan di RSSA Malang sejak Ahad, 27 September 2015. Kondisi Tosan telah sadar, namun belum bisa berbicara dan selang infus masih menempel di pergelangan tangannya. "Sebelum dikeroyok, suami saya sering mendapat teror dan ancaman," ujarnya.
Tak hanya Salim dan Tosan, sejumlah warga juga mengalami teror yang sama. Sebelumnya, sebanyak 20 an orang mendatangi rumah Tosan sambil membawa senjata tajam. Mereka mengancam Tosan agar menghentikan upaya menolak penambangan pasir.
"Ancaman itu juga dilaporkan ke polisi," ujarnya. Mereka, katanya, mengancam akan membunuh Tosan dan keluarganya. Bahkan dia bersama Tosan juga dimintai keterangan penyidik. Namun tak ada tindaklanjut, aparat Kepolisian membiarkan laporan itu.
Tosan, dikenal aktif dan menggerakkan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang. Forum tersebut yang selama ini tergolong keras menolak penambangan pasir besi. Penambangan terjadi sejak Februari 2015.
Para petani menolak penambangan pasir di pesisir Pantai Watu Pecak lantaran penambangan pasir telah mengakibatkan kerusakan pesisir pantai. Termasuk merusak lahan pertanian warga penggarap lahan. Selain itu, truk pengangkut pasir juga menyebabkan jalan desa rusak.
"Juga terjadi kecelakaan, warga meninggal tertabrak truk," ujarnya.
EKO WIDIANTO