TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pendidikan Itje Chodijah mengatakan saat ini jumlah rasio guru dan murid di Indonesia tergolong mewah. "Dibandingkan negara lain, rasio guru dan murid di Indonesia itu sangat mewah," katanya saat dihubungi, Senin, 28 September 2015. Ia mengatakan dibandingkan negara tetangga rasio guru-murid Indonesia jumlahnya jauh lebih sedikit.
Hal itu pun diakui Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suharti. "Rasio guru dan murid di Indonesia itu sangat mubazir," katanya di acara peluncuran buku Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional Bidang Pendidikan 2015-2019 di Hotel Shangrila, Jakarta, Jumat, 25 September 2015.
Suharti mengatakan saat ini rasio guru dan murid di Indonesia hanya 1 dibanding 16 murid. Ia membandingkan negara lain seperti Korea Selatan yang satu guru bisa mengampu sebanyak 50 murid sekaligus. "Kualitas guru di Korea Selatan memang sudah baik karena itu bisa mengampu sebanyak itu," katanya.
Tak hanya Korea Selatan, rasio guru-murid di Singapura pun jauh lebih besar dibanding Indonesia, yaitu 1 : 44 murid. Rata-rata dunia, kata Suharti, setiap guru seharusnya bisa mengampu sampai 28 murid.
Ia mengatakan Indonesia bisa saja menghemat anggaran pendidikan sebanyak 9 persen bila rasio antar murid dan guru bisa ditambah menjadi 1 berbanding 22. "Total anggaran yang bisa dihemat kira-kira Rp 31 triliun," katanya.
Menurut Suharti, selama ini banyak sekali anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk membiayai gaji dan tunjangan para guru yang berjumlah 3 juta. Sayangnya, pemerataan guru masih belum rata di Indonesia, sehingga ada yang seorang guru yang mengajar dengan jumlah murid 40-an, ada pula guru yang mengajar hanya dengan jumlah murid empat orang per kelas. "Waktu mengajar yang tidak sama pun menjadi alasan mahalnya pembiayaan untuk guru. Guru yang mengajar dengan waktu sedikit gajinya sama dengan guru yang mengajar lebih lama," katanya.
Faktor lain membengkaknya jumlah guru, kata Suharti adalah otonomi daerah. Suharti mengatakan pemerintah daerah dengan mudahnya merekrut banyak guru honorer untuk sekolah yang terpencil. Padahal, di daerahnya pun ada sekolah yang rasio guru-muridnya itu sangat padat. "Yang mereka tekankan hanya sekolah yang kekurangan murid saja," katanya.
Menurut Suharti, saat kepala daerah hendak meminta tambahan personel untuk mengisi kelas di sebuah sekolah yang memang kekurangan guru, kepala daerah itu tidak melapor tentang jumlah sekolah yang rasio guru-muridnya sangat padat. "Akhirnya kepala daerah terus menambah personel guru, tapi tidak mengurangi sekolah yang kepenuhan guru," katanya.
Itje mengatakan tidak seimbangnya rasio guru murid di Indonesia adalah karena kondisi geografis Indonesia. "Di daerah terpencil, jumlah masyarakat dan muridnya biasanya sedikit dibandingkan di daerah kota, tapi pembagian gurunya sama," kata Itje.
Suharti mengatakan pemerintah dalam rencana pembangunan jangka menengahnya akan mencoba sistem baru dalam ilmu keguruan. Pertama mereka akan melakukan redistribusi para guru. Kedua, kata Suharti, pihaknya sedang merancang guru yang mengajar antar jenjang. "Jadi guru SMA, bisa juga menjadi guru SMP. Toh kualifikasi mereka sama, harus minimal S1," katanya.
Lalu ada pula upaya untuk memperbaiki sistem sertifikasi. Sehingga ada kemungkinan guru yang teknologi informasi bisa pula mengajar matematika dan mungkin ilmu fisika selama guru itu mampu. "Selama guru itu bisa, mengapa tidak. Selama ini kan guru hanya mengampu satu mata pelajaran saja," katanya.
Suharti mengatakan sistem keguruan ini akan segera diperbaiki. Menurut dia, bila kebijakan guru tidak diubah, maka anggaran negara untuk membiayai keperluan para guru ini tidak akan pernah cukup. "Mutu guru pun tidak akan meningkat," katanya.
Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nina Sardjunani setuju pembenahan perlu dilakukan untuk guru Indonesia. Sistem selama ini, katanya, menggambarkan inefisiensi di Indonesia. Ia mengatakan pertahunnya jumlah pensiunan guru akan mencapai 100 ribu. "Pensiun adalah salah satu peluang bagi pemerintah untuk lebih selektif merekrut guru serta mencari guru yang berkualitas," katanya.
MITRA TARIGAN