TEMPO.CO, Lumajang - Mata EA, 13 tahun masih tampak sembab. Duduk bersila, EA menemui sejumlah tamu yang rata-rata sudah berusia di atas 40-an tahun. EA adalah anak Salim alias Kancil, 52 tahun, petani yang menjadi korban kekejian sekelompok orang.
Salim yang dikenal warga sebagai penolak tambang pasir ini meregang nyawa dengan luka-luka akibat pukulan benda tumpul di kepalanya. Salim ditemukan tewas dengan kepala bersimbah darah di jalan kampung di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Dengan suara agak bergetar sembari terisak, EA meminta kepada aparat penegak hukum agar menghukum seberat-beratnya para pelaku yang telah membuat bapaknya itu tewas mengenaskan. ”Hukum mati saja. Saya tidak terima bapak saya diperlakukan seperti itu,” kata EA menahan isaknya saat ditemui di rumahnya, Ahad, 27 September 2015.
Dua warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, diduga menjadi korban amuk massa pada Sabtu pagi, 26 September 2015. Satu korban tewas dan satu orang kritis. Korban tewas itu Salim, warga Dusun Krajan II. Sedangkan korban kritis adalah Tosan, 51 tahun, warga Dusun Persil. Keduanya dikenal sebagai warga penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak. Informasi yang diperoleh, keduanya dihajar di tempat terpisah berjarak sekitar tiga kilometer.
Terbata-bata, EA menceritakan bagaimana bapaknya dipukuli dengan batu saat di luar rumah oleh sekelompok orang yang mengendarai motor. Kemudian bapaknya dibonceng sepeda motor dengan posisi di tengah, diapit seorang pengemudi dan orang lain dibelakangnya.
Tosan, warga Desa Seloka Awar-awar lainnya juga menerima perlakuan serupa. Tosan, 51 tahun, saat ini dalam keadaan kritis. Sempat dirawat di ICU RS Bhayangkara pasca dihajar sekelompok orang, Tosan dirujuk ke rumah saki di Malang pada Sabtu malam, 26 September 2015. Tosan juga berharap hukum tidak tajam ke bawah saja. "Hukum harus tajam juga keatas," kata Madris, warga Dusun Parasgowang, Desa Pandanarum, Kecamatan Tempeh.
Madris juga menaruh harapan besar kepada kepolisian untuk mengusut tuntas kekejaman yang dilakukan sekelompok orang itu kepada Tosan. Madris terakhir sempat berbincang dengan Tosan pada Jumat malam kemarin. Menurut dia, Tosan sempat memberitahukan kalau akan melakukan unjuk rasa pada Sabtu pagi, 26 September 2015. Kepada Tosan, Madris kemudian menyampaikan pesan kalau unjuk rasa dilakukan secara baik. Unjuk rasa belum dilakukan, Madris sudah menerima kabar kalau adiknya kritis usai dihajar dan dikeroyok sejumlah orang.
Para pelaku, kata dia, harus dihukum seberat-beratnya. Madris juga tampak geram dengan perlakuan kejam yang dialami korban. Madris menilai kalau tambang pasir di Seloka Awar-awar harus ditutup. ”Pemerintah harus menutup tambang pasir,” ujar Madris.
Mulyadi, warga Selok Awar-awar juga mengatakan kalau ada sejumlah saksi yang mengetahui kekejian yang dialami Salim, selain EA. Mulyadi juga mengatakan tambang pasir yang ada di Selok Awar-awar ini tidak ada untungnya buat warga. ”Yang ada hanya menimbulkan kerusakan lingkungan,” kata Mulyadi.
DAVID PRIYASIDHARTA