TEMPO.CO, Jakarta - Arninda binti Idris Usman, warga Jalan Pontianak Barat, menjadi salah satu korban tragedi Mina pada Kamis, 24 September yang menewaskan 717 jemaah haji. Ia terluka, tapi akhirnya selamat setelah melewati masa kritis di rumah sakit.
Arninda mengabarkan keberadaannya pada keluarga dari RS King Abdullah Medical, Mekah, Arab Saudi. “Alhamdulillah sudah membaik, cuma tidak bisa balas cepat,” kata Ninda, 26 tahun, Jumat. Ia mengaku masih hilang kontak dengan abangnya, Adryansyah bin Idris Usman, 28 tahun, yang tak lain ketua regu 33, rombongan IX.
Baca Juga:
Ninda merupakan staf administrasi di salah satu perusahaan media di Pontianak. Dalam kejadian di Mina, Ninda mengalami cedera tulang leher dan kaki.
IKUTI TRAGEDI MINA
Pangeran Salman Dituding Biang Tragedi Mina
TRAGEDI MINA: Ini Dugaan Penyebab Aksi Saling Desak & Injak
Peristiwa di Mina itu membuat Ninda sangat trauma. Apakagi dia juga sempat menjadi saksi mata saat kecelakaan crane terjadi beberapa hari sebelumnya. “Dua kali kejadian yang hampir merenggut nyawa Ninda. Sangat-sangat trauma,” katanya melalui BBM.
Ninda menyatakan saat peristiwa Mina terjadi dirinya sudah pasrah jika memang harus wafat di Mekah. Sebelum tidak sadarkan diri, ia berulang kali mengucapkan syahadat lantaran tidak mampu lagi bertahan.
Sekilas dia menyadari dirinya terseret dan diinjak orang besar dan hitam. Begitu sadar, Ninda sudah berada di rumah sakit. “Katanya saya ditarik polisi karena masih ada nafasnya. Tapi Abang dan sebagian jemaah, khususnya rombongan IX, belum diketahui keberadaannya,” ujarnya.
Ninda sendiri tidak mengetahui mengapa ia sampai berada di jalur tersebut saat akan melaksanakan melontar jamarat. “Kurang tahu, cuma ikutin aja jalan untuk melontar jamarat,” kata dia.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak Andi Jafar Harun mengatakan jalan tersebut cukup dekat dengan jamarat. Hanya sekitar 4 kilometer dan tinggal jalan lurus. “Tapi wallahualam, kita semua awam. Masih menunggu lebih lanjut dari Kementerian Agama,” ujarnya.
ASEANTY PAHLEVI