TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Kebudayaan dari Partai Persatuan Pembangunan, Reni Marlinawati, mendukung klausul soal kretek masuk draf Rancangan Undang-Undang Kebudayaan. Ia menilai perlindungan kretek sebagai warisan budaya tak berhubungan dengan industri rokok Tanah Air.
"Kami tak masuk domain industri, tapi hanya ingin beritahukan kepada generasi berikutnya bahwa kretek ini warisan asli Indonesia, bukan malah rokok modern yang beredar saat ini," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 22 September 2015.
Komisi Kebudayaan dan Badan Legislasi DPR memasukkan pasal kretek sebagai jenis warisan budaya ke RUU Kebudayaan. Dalam draf RUU Kebudayaan, kretek tradisional masuk ayat 1 pasal 37 tentang penghargaan, pengakuan, dan perlindungan sejarah serta warisan budaya. Penjelasan pasal kretek ini ada dalam Pasal 49.
Karena kretek merupakan warisan budaya, pemerintah diminta membuat inventarisasi dan dokumentasi; memfasilitasi pengembangan kretek tradisional; serta mensosialisasi, mempublikasikan, dan mempromosikan kretek tradisional. Pemerintah juga wajib membuat festival kretek tradisional dan melindunginya.
Reni mengatakan persoalan kretek sebagai warisan budaya tak berarti mengajari generasi muda menggandrungi rokok. Kretek disandingkan dengan batik, bahasa daerah, arca, dan bentuk kesenian tradisional lainnya.
"Ini lho produk kebudayaan selain candi dan cerita hebat lainnya karena kretek pasti lahir dari peradaban yang sangat besar," ujarnya. Reni mencontohkan, kejayaan masyarakat Indonesia dulu yang mampu mengekspor kretek hingga ke beberapa negara Eropa.
"Itu budaya Indonesia, tapi makin lama makin hilang karena bahan baku rokok serba impor dengan hadirnya rokok modern," ucapnya.
DPR segera mengesahkan draf RUU Kebudayaan lewat rapat paripurna. Selanjutnya, rancangan yang disetujui akan dibahas kembali oleh Komisi Kebudayaan dan pemerintah. "Prosesnya masih panjang, mungkin setahunan," katanya.
PUTRI ADITYOWATI