TEMPO.CO, Sidoarjo - Kepolisian Resor Sidoarjo, Jawa Timur, menyita setidaknya seribu tabung gas elpiji oplosan bermacam ukuran selama lima bulan terakhir. Tabung elpiji sebanyak itu disita dari sembilan kasus pengoplosan yang terjadi di sejumlah kecamatan.
"Dalam jangka lima bulan terakhir, ada sembilan kasus. Jumlah elpiji yang disita hampir seribu dengan beragam ukuran," kata Wakil Kepala Kepolisian Resor Sidoarjo Kompol Aditya Puji, 21 September 2105. Dari sembilan kasus itu, polisi menetapkan sembilan tersangka.
Puji menengarai maraknya elpiji oplosan di Sidoarjo karena masyarakat tidak bisa membedakan antara elpiji oplosan dan yang asli. Selain itu, hukuman dalam undang-undang bagi pengoplos elpiji dinilai terlalu ringan, sehingga pelaku tidak takut kalau ditangkap.
"Dilihat dari Pasal 53 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara itu masih terlalu ringan," ujar Puji. "Kalau undang-undang menghukum berat pelaku pengoplosan, saya kira tidak ada yang berani."
Praktek pengoplosan elpiji di Sidoarjo banyak dilakukan warga dengan memindahkan elpiji subsidi ukuran 3 kilogram ke tabung elpiji ukuran 12 kg dan 50 kg. Selisih harga yang besar antara elpiji subsidi dan elpiji nonsubsidi itu membuat mereka tergiur mengoplos.
Menurut Puji, setiap mengoplos tabung ukuran 12 kg atau 50 kg, pelaku mendapat untung Rp 50-70 ribu per tabung. Dengan keuntungan sebesar itu, tutur dia, banyak warga yang melakukan praktek nakal tersebut. "Kerugian konsumen dari elpiji oplosan sangat besar," katanya.
NUR HADI