TEMPO.CO, Yogyakarta - Perbedaan jadwal penetapan hari raya Idul Adha 1436 Hijriah antara Muhammadiyah yang jatuh pada 23 September dan pemerintah pada 24 September disikapi Pemerintah Kota Yogyakarta dengan mengeluarkan dua kebijakan. Kepala Bagian Organisasi Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Kris Sarjono menuturkan khusus untuk siswa sekolah kegiatan diliburkan selama dua hari, yakni 23 dan 24 September.
"Untuk kalangan pegawai negeri sipil kebijakannya berlaku tentatif. Libur hanya hari H, tanggal 23 tetap masuk," ujar Kris kepada Tempo, Ahad, 20 September 2015.
Maksud kebijakan tentatif itu, ujar Kris, bagi PNS yang hendak mengikuti salat Ied dan kurban versi Muhammadiyah tetap diizinkan beribadah. Namun mereka harus kembali masuk kerja usai acara keagamaannya.
Tak ada batasan waktu atau jam tertentu bagi PNS yang mengikuti perayaan hari pertama itu sebelum masuk kerja. "Cukup izin lisan ke atasan masing-masing dinas, terutama yang beragama muslim dan melakukan perayaan hari pertama, tapi bagi PNS non-muslim tetap bekerja seperti biasa," ujar Kris.
Peraturan libur Idul Adha ini bakal dibuat dalam bentuk surat edaran ke seluruh satuan kerja perangkat daerah dan dibagikan awal pekan ini.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Budi Asrori mengaku untuk kegiatan belajar mengajar siswa akan mengacu dari hasil rapat tingkat provinsi, yakni meliburkan murid selama dua hari untuk melakukan perayaan Idul Adha. "Untuk pegawai negeri, guru, karyawan menunggu instruksi kebijakan pemerintah kota," ujar Budi.
Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Muhammadiyah Kota Yogyakarta Ashad Kusuma Jaya kepada Tempo menuturkan adanya perbedaan perayaan Idul Adha menjadi ujian bagi birokrasi modern dalam merespons hak-hak keberagaman. "Jangan sampai ada pemaksaan keyakinan ketika pegawai jadi sekadar masuk kerja," ujar Ashad.
Menurut Ashad, sebaiknya dampak aturan birokrasi itu disikapi dengan membuat kebijakan jelas. "Seperti pemberian cuti bagi yang merayakan acara keagamaan," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO