TEMPO.CO, Jakarta - Pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng Utara, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menuai pro dan kontra. Sebagian penduduk setempat yang didukung sejumlah ahli menilai analisis mengenai dampak lingkungan PT Semen Indonesia janggal.
“Ada banyak cacat dalam amdal PT Semen Indonesia,” kata peneliti lingkungan dari Institut Pertanian Bogor, Soerya Adiwibowo. Soerya adalah anggota tim Kementerian Lingkungan Hidup yang meneliti kasus tersebut. Dia juga menjadi saksi ahli yang diajukan warga Kendeng Utara dalam perkara melawan PT Semen Indonesia. (Baca: Kenapa Pabrik Semen di Rembang Menuai Kontroversi?)
Hasil kajian tim Kementerian Lingkungan Hidup yang salinannya diperoleh Tempo menyatakan amdal PT Semen Indonesia tak memaparkan kondisi lapangan sebenarnya. Misalnya, ada daerah resapan air—disebut ponor, mata air, dan gua yang tidak dicantumkan di amdal PT Semen Indonesia. (Baca: Dua Surat Mbah Rono soal Pabrik Semen di Rembang)
Penelusuran tim investigasi Majalah Tempo menunjukkan ada dua gua, empat ponor, dan tujuh mata air—disebut “belik” dalam bahasa setempat—di kawasan tapak Semen Indonesia. Eko Teguh Paripurno, ahli geologi asal Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta mendukung temuan Tempo. Begitu pula anggota klub penelusuran gua Acintyacunyata Speleological Club (ASC), Petra Sawacana. “Tak terbantahkan, ada ponor, gua, dan mata air di kawasan penambangan,” kata Eko. (Baca: Ganjar Pranowo: Gara-gara Investigasi Tempo Saya Dimarahi)
Berikutnya, dokumen tak lengkap dan pencatutan narasumber