TEMPO.CO, Banjarmasin - Bupati Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Hasanudin Murad, tidak menyetujui penangkapan pembakar lahan yang dianggap sebagai penyebab kabut asap. Menurut dia, pembakaran lahan sudah menjadi tradisi untuk membuka lahan pertanian di Kabupaten Barito Kuala (Batola).
"Tradisinya (di masyarakat) memang begitu supaya tanah subur. Saya enggak setuju jika masyarakat atau petani ditahan gara-gara bakar lahannya sendiri," kata Hasanudin Murad kepada Tempo, Jumat, 18 September 2015.
Namun pihaknya tetap serius mengurangi pembakaran lahan dengan sosialisasi dampak buruknya. Atas usahanya ini, Bupati Murad mengklaim titik api kebakaran lahan di Batola setiap tahun menunjukkan tren penurunan. "Kebakarannya selalu turun. Memang masyarakat kalau habis menebang pohon pasti ditumpuk dan dibakar."
Disinggung apakah ada perusahaan kelapa sawit yang ikut membakar lahan, ia menampiknya. Ia ragu perusahaan sawit membakar lahan. Kalaupun terbukti perusahaan sawit membakar, kata Murad, pasti lahan perkebunan terkena imbas langsung atas ulahnya.
Untuk memastikan ucapannya, Bupati Murad menegaskan bahwa tidak ada lagi ruang buat membuka lahan perkebunan kelapa sawit di Barito Kuala. "Tidak ada lagi lahan kosong untuk sawit di Batola. Jadi enggak mungkin mereka (perusahaan) ikut membakar," ujar Murad.
Pejabat Gubernur Kalimantan Selatan, Tarmizi Abdul Karim, mematahkan anggapan membakar lahan justru menyuburkan lahan pertanian. Menurut dia, belum ada riset yang menyatakan serbuk bekas kebakaran lahan justru menyuburkan hasil produksi pertanian. "Enggak benar itu. Memang butuh sosialisasi kepada petani," tuturnya.
DIANANTA P. SUMEDI