TEMPO.CO, Bandung - Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Jawa Barat 1, Sri Mujiartiningsih mengatakan, hewan ternak yang mengkonsumsi sampah sulit diketahui kasat mata.
“Secara kasat mata tidak bisa dibedakan, tapi kita harus wasapada karena sampah itu banyak kandungannya. Yang kita khawatirkan itu kandungan logam beratnya,” kata dia di Bandung, Jumat, 18 September 2015.
Sri yang memimpin Balai Pengujian Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Peternakan Jawa Barat, mengatakan, pemeriksaan hewan yang mengkonsumsi sampah itu harus melewati pemeriksaan laboratorium sebelum dinyatakan layak di konsumsi.
“Kita harus memeriksa kotoran sapi itu, yang harus diperiksa juga banyak, seberat lima kilogram di laboratorium,” kata dia. Dagingnya pun harus menjalani pemeriksaan laboratorium untuk memastikan ada tidaknya kandungan logam berat.
Menurut Sri, logam berat pada daging hewan kurban itu berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya. Salah satunya, bisa mengganggu fungsi ginjal.
Sri mengatakan, dokter hewan yang bertugas dalam Tim Pemeriksa Hewan kurban akan mewaspadai sapi atau ternak yang berasal dari daerah yang dilaporkan ditemukan kasus hewan ternak yang mengkonsumsi sampah. Petugas kesehatan hewan di lokasi daerah asal pengiriman hewan itu akan dimintai tolong untuk menelusuri peternakan asal hewan tersebut.
“Kita lihat dari Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari darah asal. Kalau misalnya dari daerah yang ada kasus itu, kita akan meminta untuk ditangguhkan pemotongannya dan melakukan uji laboratorium,” kata Sri.
Bagaimana dengan ternak yang setelah pemotongan ditemukan plastik dalam organ pencernaannya? ”Biasanya hewan yang kekurangan mineral akan memakan segala, termasuk plastik dan tambang. Kalau dari syariat tidak apa-apa, tidak membatalkan kurban,” kata Sri. Dagingnya juga masih aman dikonsumsi.
Menurut Sri, kasus demikian terjadi akibat hewan ternak itu kekurangan mineral. “Biasanya hewan kurban yang makan plastik itu akan kembung perutnya. Cirinya itu, karena plastik itu dicerna berulang-ulang sehingga menghasilkan gas H2S yang tertimbun dalam lambung. Biasanya hewan yang makan plastik, tambang, dan benda-benda lain dalam jumlah banyak biasanya tidak bertahan lama,” kata Sri.
AHMAD FIKRI