TEMPO.CO, Jakarta - Fahira Idris, Wakil Ketua Komite III DPD RI, meminta Presiden Joko Widodo mencabut aturan pelonggaran minuman keras dari paket kebijakan ekonomi yang diumumkan pekan lalu. Menurutnya, pelonggaran ini tidak akan berdampak signifikan dalam perbaikan ekonomi, daya saing industri, dan daya beli masyarakat.
“Aturan penjualan miras yang ada saat ini sudah cukup longgar karena masih boleh dijual di supermarket, bar, restoran, hotel, dan lokasi wisata,” kata Fahira melalui siaran pers yang diterima Tempo, Kamis, 17 September 2015.
Menurut Fahira, presiden belum terlambat jika mencabut rencana pelinggaran penjualan miras dari paket kebijakan ekonomi. “Presiden dengan tegas menyatakan bahwa tidak masalah negara kehilangan triliunan rupiah karena pelarangan penjualan miras karena jika dibiarkan kerugian yang akan ditanggung negara ini lebih besar,” kata Fahira.
Fahira menyarankan agar kementerian perdagangan fokus pada tindakan pelanggaran yang banyak dilakukan supermarket, bar, dan restoran. “Masih banyak yang menjual miras kepada siapa saja tanpa memeriksa identitas pembeli,” kata dia.
Fahira juga mengatakan bahwa kebijakan yang dikeluarkan harus memenuhi aspek filosofis, yuridis dan sosiologis. “Apakah sudah ada kajian dari kemendah atau kemenko perekonomian jika aturan dilonggarkan perekonomian membaik? Apa ada kajian sosiologis dampak sosial yang ditanggung masyarakat akibat pelonggaran aturan ini?” katanya.
Fahira berpendapat bahwa pelonggaran harus menjadi perhatian Presiden. “Sudah cukup banyak kegaduhan, jangan ditambah lagi dengan kegaduhan dengan kebijakan yang tidak bermanfaat bagi rakyat banyak,” katanya.
Pelonggaran penjualan miras dalam Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 04/PDN/PER/4/2015 memberikan keleluasaan kepala daerah untuk menentukan lokasi yang diperbolehkan untuk menjual miras.
ARKHELAUS WISNU