TEMPO.CO, Semarang - Pengucuran bantuan dana desa dari pemerintah pusat ke pemerintah desa diprediksi bakal semakin menyuburkan praktek politik uang dalam pemilihan kepala desa.
Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) Suroto menyatakan, selama ini, perputaran uang desa masih sedikit saja praktek politik uang sudah sangat marak. “Hasil riset kami menunjukan biaya politik yang dikeluarkan calon kepala desa di daerah yang kering bisa mencapai Rp 350 juta,” katanya kepada Tempo di Semarang, Kamis, 17 September 2015.
Sedangkan di daerah yang bengkoknya bagus (luas dan subur) bisa mencapai lebih dari Rp 350 juta. Apalagi, jika mulai tahun ini ada pengucuran dana bantuan dari pemerintah pusat ke desa-desa yang besar, politik uang akan semakin marak.
Belum lama ini, YSKK melakukan riset dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa di berbagai desa di Kabupaten Gunungkidul. Komponen pembiayaan oleh calon kepala desa yang besar justru biaya yang tidak resmi, seperti biaya sumbangan, biaya pelantikan, biaya sosialisasi, biaya operasional tim sukses, hingga biaya operasional posko pemenangan. Adapun biaya yang resmi hanya biaya pendaftaran. “Persentase biaya resmi 12 persen, yang tak resmi 88 persen,” ujarnya.
Biaya tak resmi yang paling besar adalah biaya pemenangan yang mencapai 59,59 persen. Dalam riset ini, YSKK juga menemukan faktor-faktor penyebab maraknya praktek politik uang dalam pilkades, yakni minimnya konsepsi politik dalam regulasi dan kebijakan (35 persen), masyarakat terbiasa mengharapkan atau bahkan meminta calon kepala desa (30 persen), tidak adanya konsepsi yang utuh dari para aktor utama tentang politik uang (20 persen), serta minimnya pengawasan (15 persen).
YSKK juga menemukan modus politik uang dalam pilkades, antara lain sumbangan pembuatan seragam kelompok-kelompok masyarakat, adanya hajatan dari makan-makan dan hiburan, sumbangan untuk membantu pembangunan sarana prasarana, hingga membagi-bagikan uang kepada para pemilih.
Suroto mendesak pemerintah untuk membuat sistem pengawasan dan pengontrolan dana bantuan desa agar tidak terjadi penyelewengan.
Tahun ini, pemerintah pusat mulai mengucurkan anggaran ke desa-desa. Selain itu, desa mendapatkan dana bantuan dari pemerintah provinsi hingga anggaran dana desa (ADD).
ROFIUDDIN