TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan ia tidak setuju jika gaji dan tunjangannya dinaikkan. Menurut Jokowi, kondisi ekonomi Indonesia sedang melambat, sehingga tidak tepat untuk menaikkan gaji presiden. "Jangan aneh-aneh, ekonomi melambat. Gini urusan gaji, urusan tunjangan, malu," kata Jokowi di Istana Merdeka, Kamis, 17 September 2015.
Presiden Jokowi menegaskan tidak pantas bagi pejabat negara meminta kenaikan gaji atau tunjangan di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit. Namun, mengenai kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR, Jokowi menolak berkomentar. "Tanya yang di sana, itu kan urusan DPR," katanya.
Presiden Jokowi mengaku tidak mengetahui bahwa Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sudah menyetujui pengajuan kenaikan tersebut. "Tanya Menkeu, saya belum tahu," katanya.
Usul kenaikan gaji presiden datang dari politikus PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan. Menurut dia, presiden setidaknya harus digaji Rp 200 juta per bulan. Besaran gaji itu sesuai tanggung jawab dan masalah yang dihadapi presiden. Trimedya menyebut gaji Presiden Indonesia terendah dibandingkan dengan negara ASEAN.
Trimedya mengatakan kenaikan gaji presiden harus dilihat dari momentum. "Tinggal momentum, apakah tahun ini atau tahun depan karena disesuaikan dengan APBN. Yang penting gaji pokok saja karena berpengaruh pada uang pensiun," ucapnya.
ANANDA TERESIA