TEMPO.CO , Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika punya dua cara dalam memblokir situs-situs terlarang. "Kami memblokir dengan dua cara. Pertama, menunggu pelaporan; dan kedua, bisa dari sistem. Yang sudah pasti berkaitan dengan pornografi, kami memakai Nawala," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat ditemui Tempo, Rabu sore, 16 September 2015.
DNS Nawala adalah layanan gratis berupa filtering/penyaringan DNS yang bebas biaya dan bisa digunakan semua pengguna Internet. Layanan ini memfilter atau menyaring konten negatif, berupa konten porno, kekerasan, atau kejahatan Internet.
Dengan Nawala, Kementerian akan mem-blacklist situs-situs porno. Untuk situs terlarang lain, menurut Rudi, Kementerian akan melakukan pemblokiran bila ada laporan. Seperti situs penjualan tiket palsu konser Bon Jovi.
Rudi sudah meneken pembentukan tim panel khusus untuk menyaring masalah pemblokiran konten negatif di Internet. Panel itu disebut sebagai "Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (FPSIBN)", yang diatur dalam Keputuan Menteri Nomor 90 Tahun 2015.
Pembentukan forum bertujuan sebagai penyempurnaan tata kelola penanganan situs bermuatan negatif, dari pornografi, terorisme, SARA, kebencian, penipuan, perjudian, obat dan makanan, sampai hak kekayaan intelektual.
Sebelumnya, Kementerian langsung memblokir situs dan konten ponografi berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2014. Setelah forum ini dibentuk, Kementerian tak akan memblokir situs negatif berdasarkan laporan atau permintaan kementerian atau lembaga saja.
Menurut Rudi, permintaan atau laporan itu akan dibahas lebih dulu oleh panel penilai, yang akan memverifikasi dan merekomendasikan keputusan kepada tim pengarah. "Kami tidak bisa langsung memblokir sebuah situs. Kami tunggu dulu sampai aslinya keluar siapa yang ada di belakang situs tersebut. Barulah kami blokir," ucapnya.
ARIEF HIDAYAT