TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung menjatuhi vonis empat tahun penjara beserta denda Rp 400 juta kepada Didi Rismunadi, mantan pejabat Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung. Didi dinilai terbukti korupsi pembebasan lahan SMA Negeri 22 Bandung. Akibatnya negara dirugikan sebesar Rp 7,5 miliar.
"Mengadili terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara sadar dan memperkaya diri sendiri dan orang lain," ujar ketua majelis hakim Endang Makmun saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu, 16 September 2015.
Endang mengatakan, Didi terbukti bersalah dalam dakwaan subsider Pasal 2 Undang- undang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 KUHP. Adapun, putusan empat tahun itu, lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Dalam perkara ini, terdakwa berperan sebagai pihak yang mengurusi administrasi dan menandatangani surat pencairan anggaran proyek yang total nilainya Rp 8 miliar. Saat kasus ini berlangsung Didi Rismunadi sendiri menjabat sebagai Kabid di DPKAD Kota Bandung.
Dalam kasus ini, penyidik Kejari Bandung pun telah menyeret terdakwa lain, yakni mantan Wakil Sekretaris PN Bandung Alex Tachsin Ibrahim. Alex sendiri kini sudah disidangkan.
Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa tidak mencerminkan sebagai pejabat publik yang seharusnya berperan aktif mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hal itu menjadi poin yang memberatkan hukuman bagi terdakwa. "Sementara yang meringankan, terdakwa bersikap koperatif dan sopan selama persidangan," ujar majelis hakim
Selama persidangan berlangsung, Didi yang menggunakan kemeja putih tampak lesu. Ia terus menundukan kepala saat majelis hakim membacakan amar putusan atas kasus yang menderanya.
Kuasa hukum tetdakwa, Ginanjar Yulia mengatakan, putusan hakim tidak tepat. Menurut dia, seharusnya mejelis hakim mempertimbangkan materi dakwaan jaksa yang menggunakan bukti berupa catatan aset daerah yang berupa fotokopian.
"Kalau menurut saya fakta hukumnya sudah sangat jelas. Dari sisi bukti yang digunakan berupa foto copy, dihubungkan juga dengan saksi lain di DPKAD tidak ada yang tahu," ujar dia. "Kalau menurut fakta persidangan sih harusnya bebas."
IQBAL T. LAZUARDI S