TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar TNI sampai saat ini menjalin komunikasi dengan militer Papua Nugini dalam upaya pembebasan dua warga negara Indonesia yang ditawan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka. Markas Besar TNI percaya jika militer Papua Nugini mampu menyelesaikan masalah tersebut tanpa mengancam nyawa dua WNI.
"Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meminta pihak Papua Nugini mengutamakan lobi dan negosiasi," kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Endang Sodik ketika dihubungi Tempo, Selasa, 15 September 2015.
Dua perwakilan pemerintah, yakni duta besar Indonesia dan atase pertahanan, akan memantau perkembangan terkini dari Papua Nugini. Menurut informasi terakhir dari atase pertahanan Indonesia di Papua Nugini, penyandera merupakan separatis kelompok Jeffrey Pagawak. "Mereka buron Polda Papua karena aksi penembakan di Polsek Abepura 2012," kata Sodik.
Sampai saat ini kelompok Jeffrey meminta kedua sandera ditukar dengan dua rekan mereka yang ditahan Polres Keerom terkait kasus kepemilikan ganja. Sodik menegaskan TNI tidak akan setuju dengan permintaan tersebut.
Menurut Sodik, TNI tak bisa menyergap kelompok separatis tersebut meski dekat dengan perbatasan Papua-Papua Nugini. Prajurit TNI hanya bisa melakukan pengamanan di perbatasan saja. "Kalau TNI yang turun (menyergap) pasti cepat, tapi masalah ini lintas negara," kata Sodik. "Harus melalui prosedur antar negara, tak bisa antar antar tentara saja."
Sebelumnya, dua warga Indonesia, Sudirman dan Badar yang bekerja sebagai penebang kayu di Skofro, Distrik Keerom, Papua, yang berbatasan dengan Papua Nugini disandera oleh OPM. Penyanderaan terjadi setelah kelompok tersebut menyerang dan menembak warga.
Keduanya kemudian ke Skouwtiau, Vanimo, Papua Nugini. Karena lokasi penyanderaan tak lagi di Indonesia, Komando Daerah Militer TNI mengontak Konsulat Jenderal RI di Vanimo, dan meminta bantuan Bupati Vanimo serta tentara PNG untuk membebaskan dua WNI yang disandera tersebut.
INDRA WIJAYA