TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsudin mengatakan perlu adanya kerja sama dari beberapa kementerian untuk mendukung upaya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada saksi dan korban atas tindak pidana. “Karena inilah perlu kerja sama dari kementerian-kementerian yang ada di bawah Kabinet Kerja. Kalau tidak ada kerja sama, saya enggak yakin ini bisa jalan,” katanya saat ditemui pada Selasa, 15 September 2015.
Dia juga menilai baik rencana yang dibentuk perwakilan LPSK di daerah. Bahkan, menurut dia, bisa dibentuk perwakilan di luar negeri mengingat banyak kasus tindak pidana yang menimpa tenaga kerja Indonesia. “Jangankan perwakilan, bila perlu bikin koresponden di luar negeri karena banyak TKI kita yang jadi korban, tanpa pembimbing dan tanpa ada yang bisa menjelaskan,” katanya.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai pun mengajak berbagai pihak untuk bekerja sama melakukan upaya perlindungan saksi dan korban tindak pidana. “Kerja sama ini sangat penting untuk memastikan agar perlindungan saksi dapat dilakukan tidak hanya oleh LPSK, tapi juga oleh pemerintah daerah, lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK,” ucapnya.
Selain kerja sama lingkup nasional, dia mengaku telah melakukan kerja sama internasional dengan membuat jaringan kerja perlindungan saksi yang disebut sebagai ASEAN Network for Weakness and Victim Protection. “Ini satu institusi baru yang kami inisiasi dan sudah diresmikan pada tahun ini, keberadaan dari jaringan ASEAN ini."
Semendawai menegaskan akan diadakan rapat koordinasi dengan aparat penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun daerah. Langkah ini akan diambil dalam rangka menyamakan persepsi perihal pemenuhan hak-hak saksi dan korban dalam setiap tahap pemeriksaan terhadap mereka. Penyamaan persepsi itu juga dilakukan melalui sosialisasi terhadap masyarakat di berbagai daerah terkait dengan perlindungan saksi dan korban. “Sekaligus dapat memanfaatkan keberadaan dari LPSK dan keberadaan dari hak-hak yang sudah diatur Undang-Undang 31 Tahun 2014. Kalau undang-undangnya ada tapi masyarakat tidak dapat memanfaatkan, percuma,” ujarnya.
DANANG FIRMANTO