TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta keterangan dari puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara terkait proses pengajuan hak interpelasi. Pemeriksaan dilakukan di markas Brimob Polda Sumatera Utara dan di Gedung KPK.
"Benar ada sejumlah anggota DPRD yang dimintai keterangan sejak beberapa hari lalu," kata pimpinan sementara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Senin, 14 September 2015.
Menurut Johan, KPK sedang melakukan tahap pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) untuk menentukan apakah ada bukti yang cukup untuk menyimpulkan telah terjadi tindak korupsi dalam pengajuan hak interpelasi tersebut.
Sebelumnya, Johan mengatakan KPK telah meminta keterangan dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Gatot sendiri saat ini telah berstatus tersangka dalam kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan.
Johan memastikan kasus hak interpelasi bukan lah lanjutan dari kasus suap PTUN yang menjerat Gatot dan istri keduanya. "Kasus interpelasi berdasarkan laporan masyarakat," ucap Johan.
Dugaan adanya kejanggalan dalam pengajuan hak interpelasi menguat setelah KPK menggeledah kantor DPRD Sumut dan menyita dokumen hak interpelasi DPRD. Selain dokumen terkait interpelasi, KPK juga dikabarkan membawa data yang berisi absensi dan risalah persidangan yang dilaksanakan DPRD Sumut.
Hak Interpelasi diajukan DPRD Sumut pada Gubernur Gatot menyangkut empat hal, yaitu pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumut nomor 10 tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut, dan etika Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sebagai kepala daerah.
Wacana penggunaan hak interpelasi terhadap Gubernur Gatot menguat pada Maret 2015. Sebanyak 57 dari 100 anggota DPRD Sumut membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi.
Namun, pada rapat paripurna 20 April, DPRD menyepakati hak interpelasi batal digunakan. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu bersikap abstain. KPK mencurigai ada sesuatu di balik pembatalan tersebut.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA