TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menolak keberatan yang diajukan bekas Menteri Agama Suryadharma Ali. Dalam eksepsi yang dibacakannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada pekan lalu, Surya membantah telah mengambil keuntungan dari penyelewengan dana haji.
Jaksa Mochamad Wiraksajaya mengatakan tindak pidana korupsi tidak bisa hanya dinilai dari duit yang diterima terdakwa. "Korupsi bukan hanya berarti memperkaya diri sendiri, tapi juga kerabat dan orang lain," ucap Wiraksajaya di Pengadilan Tipikor, Senin, 14 September 2015.
Dalam dakwaan penuntut umum, Suryadharma dituding menerima Rp 1,8 miliar dari penyelenggaraan haji. Dia juga dituding menerima selembar kiswah, potongan kain penutup Ka’bah, dari seorang pengusaha. Dalam eksepsinya, Surya menuturkan kiswah itu tak ada artinya dan dapat dibeli di toko kaki lima. (Lihat Video Perjalanan Kasus Eks Menteri Agama Suryadharma Ali)
Menanggapi keberatan Surya, jaksa menegaskan, keuntungan dari tindak pidana korupsi tidak selalu diukur dari uang. "Benda mahal bukan hanya karena nilai intrinsiknya, tapi juga historis dan spiritualitasnya," ucap jaksa.
Surya disebut mendapatkan kain itu dari politikus Partai Persatuan Pembangunan, Mukhlisin, dan seorang pengusaha bernama Cholid Abdul Latief setelah menyelenggarakan haji pada 2010. Mukhlisin dan Cholid memberikan kiswah karena Surya membantu mereka memakelari penyewaan rumah selama musim haji.
Padahal pemondokan yang ditawarkan keduanya tak masuk persyaratan karena berharga sewa tinggi, bahkan tarifnya melampaui plafon yang ditetapkan pemerintah. Negara membayar lebih mahal hingga 2,4 juta riyal. Uang kelebihan itu kemudian dibagi ke beberapa orang.
Dugaan korupsi yang dilakukan Suryadharma disinyalir telah memperkaya banyak orang dan banyak korporasi. Selain menyebut nama Cholid dan Mukhlisin, dakwaan itu menyebut nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PPP, Hasrul Azwar, serta dua orang dekat Suryadharma: Hasanudin Asmat dan Fuad Ibrahim Atsani. Anggota Komisi Agama DPR asal Partai Demokrat, Nurul Iman Mustofa, pun disebut kecipratan duit korupsi haji.
Jaksa menduga keuangan negara rugi hingga Rp 27 miliar dan 17,9 juta riyal akibat perbuatan Surya. Angka itu didapat dari dua laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tertanggal 5 Agustus 2015.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA