TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat memastikan akan segera memanggil Hary Tanoesoedibjo, inisiator pertemuan Ketua DPR Setya Novanto dengan calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Taipan pemilik Media Nusantara Citra Group itu akan dikonfirmasi mengenai motivasinya mempertemukan dua tokoh tersebut.
"Ya, kemungkinan bisa dipanggil dalam bulan ini," kata anggota Mahkamah, Syarifuddin Suding, saat dihubungi, Senin, 14 September 2015. (Lihat Video: Lima Dugaan Pelanggaran Etik DPR, Merokok sampai Ijazah Palsu, Diduga Melanggar Kode Etik, Pimpinan DPR Terancam Dicopot)
Selain mengenai motif, Hary akan ditanya mengenai fasilitas yang diterima oleh pimpinan Dewan. Selain Hary, Mahkamah akan memanggil saksi perekam video pertemuan tersebut dan pelapor. "Baru setelah itu kami akan memanggil terlapor."
Namun Suding tak bisa memastikan kapan Setya dan Fadli akan dipanggil. Hal itu, ucap dia, bergantung pada kelengkapan serta proses konfirmasi.
Setya dan wakilnya, Fadli Zon, tampak hadir dalam pidato deklarasi Donald Trump sebagai calon Presiden AS di New York beberapa waktu lalu. Mereka mengklaim bahwa kehadiran mereka tersebut bukan untuk mendukung kampanye Trump, melainkan pertemuan bisnis biasa. Pertemuan yang diduga diinisiasi Hary Tanoe itu juga dihadiri belasan anggota Dewan.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, menurut Suding, salah satu fungsi Dewan adalah diplomasi. Namun pada beleid itu memang belum dijelaskan pihak mana yang bisa berhubungan secara diplomasi dengan para anggota Dewan. "Apakah parlemen negara lain saja atau eksekutif juga," ujarnya.
Sebaliknya, apa yang dilakukan Setya akan diuji terlebih dahulu dengan kode etik Dewan. Salah satu aturan dalam kode etik tersebut adalah anggota Dewan dilarang melakukan tindakan yang dianggap tak patut. "Apalagi kalau sampai menerima fee. Jelas itu melanggar sumpah jabatan. "
Mahkamah, menurut Suding, saat ini masih dalam tahap melakukan verifikasi dokumen. Mereka baru saja meminta dokumen perjalanan kepada pihak Sekretariat Jenderal DPR sebelum dilakukan konfirmasi.
Setelah mengonfirmasi temuan yang didapat, baik kepada saksi, terlapor, maupun pelapor, mereka baru akan mengambil keputusan apakah ada pelanggaran etika. Ada tiga kategori pelanggaran etika, yaitu ringan, sedang, dan berat. Jika didapatkan pelanggaran ringan atau sedang, keputusan bisa langsung diambil di tingkat majelis. Sebaliknya, jika pelanggarannya berat, akan dibentuk panel khusus. "Kalau terbukti, bisa direkomendasikan untuk dipecat."
FAIZ NASHRILLAH