TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan pertemuan pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat--Setya Novanto dan Fadli Zon--dengan pengusaha Donald Trump bisa dianggap sebagai bentuk gratifikasi. Penyebabnya, pertemuan ini difasilitasi pengusaha Hary Tanoesodibjo, yang baru saja menandatangani bisnis pembangunan hotel di Bali dengan Trump.
"Jangan sampai ada pengusaha yang membiayai mereka (Setya Novanto dan Fadli Zon). Tidak boleh ada yang sponsorin negara. Bisa-bisa gratifikasi," katanya dalam diskusi kasus Trumpgate di Cikini, Jakarta, Jumat, 11 September 2015.
Ray mengaku terkejut mengetahui bahwa pertemuan dua pemimpin DPR tersebut dengan pengusaha Donald Trump ternyata difasilitasi pengusaha nasional Hary Tanoesoedibjo.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Anggota Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang, menilai pertemuan itu tak ada gunanya bagi negara. Menurut dia, dalam hal ini, Hary Tanoe dan Trump-lah yang diuntungkan.
"Sebagai pebisnis, Trump dapat dikatakan luar biasa karena berhasil menenteng orang besar dari Indonesia. Secara ekonomi, HT untung. Secara politik, Trump untung. Untuk Fadli Zon dan Setya Novanto, apa manfaatnya?" ucapnya.
Menurut dia, hal ini menyedihkan karena, selain melanggar kode etik, kegiatan itu merupakan skandal diplomatik. Ia berharap anggota DPR yang melapor dapat melakukan yang terbaik demi kepentingan masyarakat.
"Sebaiknya teman-teman DPR me-manage betul agar tidak dilihat menjatuhkan. Tapi meyakinkan kepada masyarakat adanya pelanggaran. Supaya bisa jadi pelajaran kita semua," katanya.
Sebelumnya, Setya Novanto dan Fadli Zon menghadiri acara kampanye Donald Trump sebagai calon Presiden Amerika dari Partai Republik. Dalam acara itu, Trump memperkenalkan Setya sebagai salah satu orang paling berpengaruh di Indonesia. Trump juga menyebut politikus Golkar itu sebagai temannya.
FRISKI RIANA