TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pertemuan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto dan Wakil Ketua Fadli Zon dengan kandidat Presiden Amerima Serikat Donald Trump terus diselidiki. Saat ini, kata Sufmi Dasco, tenaga ahli MKD mulai memverifikasi data-data yang ada tentang pertemuan tersebut.
Selain itu, ucap Sufmi Dasco, tim ahli MKD sekaligus memverifikasi video di YouTube yang memuat pertemuan Setya Novanto dengan Trump, serta mengecek ke Sekretariat DPR mengenai jumlah rombongan Setya Novanto yang berangkat ke Amerika Serikat.
"Kami sedang verifikasi berkas untuk mengetahui apakah kasus ini layak untuk disidangkan atau tidak," kata Sufmi Dasco, saat dihubungi, Kamis, 10 September 2015.
Setya Novanto dan Fadli Zon mengadakan pertemuan dengan Donal Trump pada 3 September lalu. Pertemuan itu dikritik karena terkesan politikus Partai Golkar dan Partai Gerakan Indonesia Raya tersebut memberikan dukungan politik kepada Trump. Sebab, dalam konferensi pers di posko pemenangan Trump, kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik ini sempat memperkenalkan Setya Novanto sebagai Ketua DPR dari Indonesia.
Menurut Sufmi Dasco, bila kasus itu dinyatakan layak, maka MKD akan bersidang dalam waktu dekat. "Ini semua sudah ditentukan dalam tata beracara MKD. Publik jangan memburu karena soal pelanggaran etika harus hati-hati," ujar politikus Partai Gerindra ini.
Karena itu, katanya, MKD belum menentukan apakah kasus pertemuan pimpinan DPR dengan Trump tersebut membutuhkan majelis panel atau tidak. Berkaca dari pengalaman kasus adu jotos anggota Dewan, MKD memerlukan minimal enam kali sidang sebelum MKD memutuskan insiden tersebut termasuk kategori pelanggaran etika berat yang membutuhkan majelis panel. Setelah itu, MKD membentuk majelis panel yang terdiri atas anggota MKD dan masyarakat umum dengan maksud untuk mendapatkan second opinion.
Adapun masyarakat umum yang dirasa cocok untuk menjadi majelis panel, kata Sufmi Dasco, adalah akademikus, tokoh agama, atau pensiunan polisi.
INDRI MAULIDAR