TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rini Widyantini, mengatakan pembentukan lembaga baru tak selalu bisa menjawab permasalahan negara. Karena itu, dia menilai rencana Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan mendorong pembentukan Badan Cyber Nasional belum tentu menjadi solusi masalah pertahanan siber Indonesia.
"Mesti dilihat sebenarnya apa yang bikin tidak jalan, apakah sistemnya atau sumber daya manusia, tak semuanya diselesaikan dengan bikin lembaga baru," ujar Rini ketika dihubungi, Rabu, 9 September 2015.
Rini mengakui lembaganya sangat ketat dalam memutuskan pembentukan lembaga baru. Dasarnya adalah semangat efisiensi yang menjadi arahan langsung Presiden Joko Widodo. Efisiensi, kata Rini, selain mencakup kelembagaan, juga soal kewenangan. Namun, kata dia, apabila Jokowi merasa perlu membuat Badan Cyber Nasional, Kementerian tetap akan mendukung.
"Kami juga sering berdiskusi dengan Kemenkopolhukam, kami memberikan pandangan soal lembaga ini," ujar dia.
Badan Cyber Nasional dibentuk untuk memperkuat sektor strategis di bidang nonpertahanan. Sebelumnya, fungsi serupa dimiliki oleh Kementerian Pertahanan, Lembaga Sandi Negara, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. "Kalau jadi dibentuk, harus dipikirkan fungsi instansi lainnya bagaimana, supaya tak berserakan," kata dia. Idealnya, kata Rini, ada koordinasi antara instansi yang telah ada dengan lembaga baru. "Apa yang lama masih diperlukan?" ujarnya.
Badan ini direncanakan berada langsung di bawah Jokowi. Badan Cyber berfungsi untuk menghadapi ancaman di dunia maya yang semakin mencemaskan. Draf Peraturan Presiden ihwal pembentukan lembaga ini telah disiapkan Kemenkopolkam dan akan diserahkan akhir bulan ini.
TIKA PRIMANDARI