TEMPO.CO, Pamekasan - Enam warga Dusun Secang, Desa Plakpak, Kecamatan Pagantenan, Kabupaten Pamekasan, yang menjadi korban kapal karam di Selat Malaka Malaysia merupakan tenaga kerja Indonesia ilegal. "Mereka tidak berangkat melalui jalur resmi," kata Achmat Fauzan, perangkat Desa Plakpak, Selasa, 8 September 2015.
Menurut dia, untuk berangkat ke Malaysia, warga desanya biasanya meminta bantuan saudaranya yang pernah merantau ke negeri jiran. Biasanya, ucap Fauzan, mereka langsung diarahkan untuk mengurus visa perjalanan ke kantor Imigrasi Jawa Timur. "Jadi mereka ini masuk ke Malaysia memakai visa kunjungan," ujarnya.
Berbekal visa itu, para TKI kemudian berangkat ke Malaysia melalui Bandara Juanda Surabaya. Sesampainya di Malaysia, mereka akan dijemput saudaranya untuk dipekerjakan sebagai pembantu, buruh bangunan, atau buruh kelapa sawit. "Ketika visanya habis, mereka menjadi ilegal," tuturnya.
Fauzan menjelaskan, bila sudah mendapatkan pekerjaan yang baik, para TKI itu akan mengajak anak atau saudaranya untuk pergi ke Malaysia melalui jalur yang sama. "Mereka lebih suka pakai jalur ilegal, karena prosesnya tidak rumit. Kalau yang resmi, dianggap rumit."
Menurut dia, Desa Plapak adalah salah satu kantong TKI di Pamekasan. Dari 15 ribu warga, 4.000 ribu di antaranya bekerja di Malaysia.
MUSTHOFA BISRI