TEMPO.CO, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menjamin garam impor yang masuk saat panen raya garam tahun ini hanya untuk memenuhi kebutuhan industri. Sebanyak 92.637 ton garam impor didatangkan melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, selama Juli-Agustus lalu, atas nama tiga perusahaan importir yang berbasis di Jawa Timur.
“Kami jamin dan sudah cek, garam yang diimpor itu bukan untuk konsumsi tetapi untuk industri,” kata Kepala Seksi Impor Bidang Perdagangan Internasional Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Ninik Margirini, Selasa, 8 September 2015.
Oleh karena garam yang diimpor ialah untuk industri, pihaknya memastikan tak akan merembes ke pasar garam konsumsi. Menurut Ninik, garam industri membutuhkan proses pengolahan khusus. "Tidak mungkin diolah langsung menjadi garam meja seperti yang beredar di pasaran,” katanya seraya menunjukkan setoples sampel garam industri impor.
Garam industri memiliki kadar NaCl tinggi yang dibutuhkan untuk kebutuhan industri, yakni di atas 90 persen. Garam dengan kadar setinggi itu, kata Ninik, dibutuhkan oleh industri aneka pangan, industri kertas untuk memutihkan kertas, pengeboran minyak, industri kaca, dan lain-lain. “Sedangkan garam produksi petani lokal tidak sampai 90 persen,” ujarnya.
Ninik mengungkapkan, pemerintah provinsi Jawa Timur memang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin bongkar yang tertuang melalui surat rekomendasi Gubernur Soekarwo. Izin itu, kata dia, memudahkan pengawasan terhadap komoditas impor strategis yang masuk ke Jawa Timur.
Baca Juga:
Untuk itu, Ninik mengklaim, pihaknya senantiasa melakukan cek dan ricek terhadap perusahaan importir. “Kami lihat dulu stok di gudangnya, apakah benar tidak ada timbunan. Lagipula garam termasuk komoditas yang wajib memiliki dokumen Laporan Surveyor (LS) sebelum melaksanakan pemberitahuan impor ke Bea Cukai.”
Sebelumnya, petani garam memprotes masuknya garam impor di tengah masa panen raya. Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur M. Hasan menilai importasi garam di kala panen raya merugikan petani lokal. “Sudah jelas tidak boleh melakukan impor pada satu bulan sebelum dan dua bulan pascapanen. Kalau ini dilakukan, jelas melanggar,” ujar Hasan saat dihubungi, Minggu, 6 September 2015.
Dia merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam. Dampak impor selama masa panen itu, kata dia, anjloknya harga garam rakyat dan penyerapan oleh industri.
Kasus impoar garam ini mencuat mengikuti pemeriksaan kasus suap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Dalam kasus ini kepolisian dari Jakarta telah dua kali melakukan penggeledahan ke dua lokasi pabrik atau gudang importir garam di Surabaya.
ARTIKA RACHMI FARMITA