TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memperkirakan proses inventarisasi dan identifikasi tanah milik Keraton Yogyakarta (sultan ground) dan Kadipaten Pakualamam (Paku Alam Ground) membutuhkan waktu sekitar sembilan tahun. “Sampai 2024,” kata Kepala Biro Tata Pemerintahan DIY Beny Suharsono, Senin 7 September 2015.
Menurut dia, dengan proses inventarisasi dan identifikasi akan terungkap status dan pemanfataan tanah tersebut. Bermasalah atau tidak, semisal apakah tanah-tanah itu kini ditempati oleh seseorang atau lembaga yang tak mempunyai izin dari keraton dan kadipaten. Selain menginventarisasi dan mengindentifikasi, waktu sembilan tahun juga akan digunakan untuk proses pendaftaran (sertifikasi) dan mengatur pemanfaatannya. “Kami tak bisa melompat-lompati (tahapannya),” katanya.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 memberikan wewenang istimewa bagi DIY untuk mengatur lima urusan pemerintahan. Dari kelima urusan itu, dua di antaranya, pengisian jabatan kepala daerah dan kelembagaan, telah rampung diatur dalam peraturan daerah istimewa. Adapun tiga lainnya; kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang, hingga kini tak kunjung masuk pembahasan.
Sebelumnya, Ketua Badan Pembuatan Peraturan Daerah DPRD DIY Zuhrif Hudaya mengatakan, meski ketiga rancangan perda istimewa itu telah masuk dalam daftar program legislasi daerah 2015, Dewan belum berani menjadwalkan pembahasannya. Alasannya, data kepemilikan tanah keraton dan kadipaten, belum ada. Perda tentang pertanahan itu akan berpengaruh besar pada proses pembahasan perda tata ruang.
Beny berpendapat, semestinya Dewan tak perlu menunggu data itu. “Karena draft rancangan perda kan sudah dihantarkan oleh gubernur,” katanya. Draft rancangan perda pertanahan menjabarkan sejumlah aturan seperti tentang tanah keraton dan kadipaten dalam dua bagian; keprabon dan bukan keprabon. Tanah keprabon merupakan tanah yang dimanfaatkan untuk bangunan keraton dan pura, upacara adat, dan kelengkapannya.
Adapun tanah bukan keprabon adalah tanah kasultanan dan kadipaten yang belum terikat alas hak. Tanah itu bisa dimanfaatkan masyarakat atau lembaga lewat hak yang diberikan kasultanan dan kadipaten dalam bentuk kekancingan. Tanah-tanah ini, bisa dilepaskan untuk kepentingan umum. Semisal untuk jalan raya, rel kereta, waduk, rumah sakit, kantor pemerintahan, hingga sarana pendidikan. Ketentuannya, seperti termaktub dalam draft rancangan, pemohonan pelepasan tanah harus mencari tanah pengganti yang senilai.
ANANG ZAKARIA
Baca juga:
Ada Mafia, Rizal Ramli: Sistem Token Pulsa Listrik Kejam
Ahok Wajibkan PNS Daftar Ulang Lewat Sistem Elektronik PUPNS
Tiket Promo Kereta Api Baru Mulai Dijual 7-28 September