TEMPO.CO, Makassar - Kepala Satuan Tugas Laporan dan Aduan Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, Andi Arni Wijaya, menyatakan telah merampungkan pemeriksaan dugaan pemerasan yang dilakukan dua pejabat Kejaksaan Negeri Polewali Mandar, Sulawesi Barat. "Hasilnya sudah kami serahkan ke pimpinan," kata Arni, Minggu, 6 September 2015.
Dua jaksa yang dimaksud adalah Kepala Seksi Pidana Khusus Teguh Aprianto dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Joko. Keduanya diduga meminta uang sebesar Rp 750 juta untuk mengamankan sejumlah proyek infrastruktur yang akan dikerjakan di Kabupaten Polewali Mandar. Sekitar Rp 400 juta diduga telah diterima oleh kedua orang itu.
Arni menolak membeberkan hasil pemeriksaan tersebut. Asisten Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi Heri Jerman, yang akan menentukan kapan hasilnya akan dirilis ke publik. "Bisa pekan ini, bisa juga pekan depan."
Menurut Arni, para pelapor yang telah diperiksa sebanyak enam orang. Mereka adalah pejabat di Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Barat. Teguh dan Joko juga telah dimintai keterangan. Arni menjamin telah bersikap profesional dalam mengusut perkara itu.
Selama dua bulan, bidang pengawasan telah menjatuhkan sanksi kepada empat jaksa dan empat pegawai tata usaha di lingkup kerja Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat. Sanksinya berupa pencopotan jabatan satu orang, penurunan pangkat empat orang, dan peringatan tertulis tiga orang.
Teguh saat dikonfirmasi menyerahkan sepenuhnya penanganan itu kepada Bidang Pengawasan. Terkait dengan betul tidaknya pemerasan itu dia menolak berkomentar. "Nanti saja Mas yah," kata Teguh. Adapun Joko belum berhasil dikonfirmasi. Nomor telepon miliknya tidak aktif. Pesan pendek yang dilayangkan Tempo juga belum dibalas.
Sebelumnya Teguh pernah menyatakan pemerasan itu tidak benar. Menurut dia, selama ini proyek infrastruktur di Polewali Mandar berjalan sesuai mekanisme tanpa ada halangan dari Kejaksaan. Pihaknya juga tidak pernah menekan atau meminta uang secara paksa kepada pejabat agar proyek itu tidak diproses hukum.
Wakil Ketua Badan Pekerja Anti-Corruption Committee Abdul Kadir Wokanubun berharap Kejaksaan tidak melindungi anggotanya yang terlibat pemerasan. Alasannya, hampir semua laporan pemerasan tidak ada yang terbukti. "Jangan-jangan hasil pemeriksaan itu direkayasa," kata dia.
Kadir menuturkan, masyarakat mengeluhkan terjadinya pemerasan oleh oknum jaksa dalam proses penanganan perkara. Namun anehnya setiap dilaporkan, hasilnya selalu saja nihil.
Bidang pengawasan sebelumnya juga telah merilis hasil pemeriksaan dugaan pemerasan yang dilakukan juru bicara Kejaksaan Tinggi, Abdul Rahman Morra, terhadap sejumlah legislator DPRD Jeneponto dalam kasus dugaan korupsi dana aspirasi Kabupaten Jeneponto. Rahman dinyatakan tidak terbukti melakukan pemerasan.
Rahman di kasus ini dituding telah menerima dana Rp 500-750 juta dari beberapa legislator DPRD Jeneponto. Dana tersebut diberikan untuk mengamankan para legislator agar tidak terjerat dalam kasus dugaan korupsi dana aspirasi Kabupaten Jeneponto.
AKBAR HADI